Senin, 15 November 2010

Modal psikologis

Empat dimensi utama pembentuk modal psikologis (psychological capital) yang solid: Resiliency. Self-Efficacy. Hope. Optimism.
be well,
Dwika-ExecuTrain


4 Dimensi Kunci dalam Psychological Capital
* Written by Yodhia Antariksa

Ketika kita dihadapkan pada tantangan yang kian menggunung (baik tantangan dalam arena pekerjaan di kantor ataupun dalam kehidupan personal), rajutan sikap semacam apa yang kita bentangkan? Ketika derap problema kehidupan selalu mengendap di setiap sisi perjalanan, apa yang kita senandungkan untuk memeluknya dengan penuh harapan?

Adakah cobaan demi cobaan yang terus datang menggedor itu kita hadapi dengan penuh deru kegigihan? Adakah kita bisa selalu bangkit, dan bangkit lagi setiap kali terpeleset di tikungan jalan kehidupan? Adakah kita masih bisa menghela semangat ketekunan bahkan ketika jalan masih terasa begitu jauh dan penuh dengan pendakian yang amat terjal?

Para ahli psikologi menyebutkan sikap semacam itu sebagai level of resiliency. Atau sejenis kegigihan dan keuletan yang menggumpal. Melalui sejumlah riset empirik yang melibatkan ribuan respoden, resiliency muncul sebagai salah satu dimensi paling utama untuk mereguk kesuksesan dalam arena kehidupan (baik kehidupan profesional ataupun personal).

psy-cap-re.jpgItulah salah satu bahasan yang diuraikan dalam buku menarik bertajuk Psychological Capital : Developing the Human Competitive Edge yang ditulis oleh Fred Luthans dan kawan-kawan (beberapa waktu lalu Pak Fred yang pakar manajemen SDM kelas dunia ini diundang ke Jakarta untuk membedah bukunya yang memikat itu).

Psychological capital sendiri dapat diartikan sebagai modal psikologis atau semacam modal sikap dan perilaku yang berperan besar dalam menentukan keberhasilan. Melalui beragam penelitian psikologis dan eskperimen saintifik, buku ini mencoba menelisik modal psikologis apa saja yang memiliki peran signifikan dalam membingkai kesuksesan.

Disini para penulis buku tersebut menunjuk empat dimensi yang terbukti secara empirik (dan saintifik) memberikan pengaruh besar dalam kesuksesan.

Seperti telah disebutkan diatas, dimensi pertama yang sangat penting adalah resiliency. Atau kecakapan untuk terus merekahkan ikhtiar bahkan ketika orang itu dihadapkan pada cobaan ataupun kegagalan. Atau sejenis kemampuan untuk terus bertahan bahkan ketika dihadapkan pada tekanan atau tantangan yang terus datang menghadang.

Sembari bertahan, mereka terus menganyam siasat untuk bisa keluar dari tekanan itu. Mereka juga kemudian terus melakukan serangkaian tindakan untuk meringkus tantangan, dan kemudian menggulungnya dalam sekeping solusi yang bisa dijalankan.

Dimensi kedua yang juga memegang peran penting adalah self-efficacy. Atau sejenis sikap percaya akan kemampuan diri. Sebuah keyakinan bahwa ketika kita dihadapkan pada tugas dan tantangan, kita percaya pasti bisa menuntaskan tugas itu. Betapapun berat dan kompleks-nya tugas dan pekerjaan itu.

Orang dengan self-efficacy yang tinggi cenderung menyukai tantangan dan “set high goals for themselves; and even they self-select into difficult tasks”. Ketika dihadapkan pada bentangan tugas yang challenging, mereka percaya dengan kompetensi dirinya, dan yakin bisa mengelola beragam sumber daya untuk menaklukan beragam tantangan itu.

Dimensi ketiga yang disebut dalam buku itu adalah HOPE. Dimensi itu tidak hanya melulu merujuk pada sebuah harapan positif akan masa depan yang lebih baik. Namun yang lebih penting, dimensi hope ini juga mengindikasinya adanya kecakapan untuk merajut jalan (pathways) agar masa depan yang lebih baik itu bisa tergenggam erat-erat. Dengan demikian, dimensi hope merupakan gabungan antara harapan, dan sekaligus rajutan jalan yang konkrit untuk mewujudkan harapan itu menjadi kenyataan.

Sebab kita tahu, harapan indah yang menari-nari segera akan meruap menjadi fatamorgana kalau ia tidak segera dibarengi dengan “pathway” yang jelas dan konkrit untuk menapakinya.

Dimensi yang terakhir adalah optimism. Seperti yang pernah dibahas disini, optimisme adalah sejenis keyakinan bahwa kita pasti akan mendapatkan hasil positif dalam setiap tugas dan pekerjaan yang kita lakoni. Ketika dihadapkan pada peristiwa negatif yang menghadang, orang optimis selalu melihat kejadian itu sebagai sesuatu yang hanya sementara (temporer) dan bersifat spesifik (artinya tidak akan berlaku di situasi lainnya).

Dengan cara pandang semacam itu, orang optimis selalu akan melihat “setback” dan “kegagalan” dengan kacamata “positif”. Artinya mereka tidak akan melulu meratapi kegagalan itu dengan sembilu yang berkepanjangan. Mereka tidak terjebak pada masa silam (past setback); dan hanya terus melangkahkan kaki ke depan dengan keyakinan positif.

Itulah empat dimensi utama pembentuk modal psikologis (psychological capital) yang solid. Resiliency. Self-Efficacy. Hope. Optimism. Kita berharap empat dimensi ini bisa terus menempel dan menjejak dalam relung sanubari kita yang paling dalam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar