Selasa, 30 November 2010

Hidup sangat indah

Hidup ini sangat indah karena banyaknya perbedaan di antara kita. Tanpa adanya perbedaan, tidak ada yang dapat menyebut dirinya kaya, pandai, cantik, dan mayoritas.
Be well,
Dwika-ExecuTrain



Indahnya keseimbangan
Oleh: Budi Frensidy

Dalam salah satu artikel di kolom ini saya pernah menuliskan bahwa investasi itu sejatinya adalah membandingkan nilai dan harga. Tidak berbeda dengan investasi, ketika ingin membeli barang dan jasa, kita juga menimbang antara nilai dan harga.

Kita akan bersedia membeli sesuatu jika nilainya lebih besar daripada harganya atau mempunyai value for money yang tinggi dan menghindari barang yang nilainya di bawah harganya.

Menariknya, nilai suatu barang dan jasa untuk seseorang adalah relatif, bergantung pada daya beli, hobi, dan gaya hidup. Makan di restoran mewah atau di hotel bintang lima berharga ratusan ribu rupiah per orang bernilai sesuai untuk sebagian orang tetapi tidak untuk saya.

Sebaliknya, bepergian ke luar negeri sekeluarga satu-dua kali setahun memberikan nilai yang memadai untuk uang saya, walaupun biaya yang dibayarkan tidak sedikit. Namun, saya tidak mendapatkan value for money yang sama dari tiket pesawat kelas eksekutif atau sebuah mobil mewah.

Di sisi lain, harga yang ditetapkan perusahaan atau penjual pun tidak selalu mencerminkan nilainya ataupun biaya produksinya. Untuk barang-barang generik dengan banyak produk substitusi, sangat mungkin harga ditetapkan berdasarkan biaya produksi plus 20-30% margin keuntungan. Untuk produk-produk ini, perusahaan yang efisien dalam menekan biaya produksi yang akan mempunyai keunggulan.

Namun, ada sekelompok barang dan jasa yang harganya ditetapkan mengikuti demand. Produk yang masuk kelompok ini adalah produk yang memiliki diferensiasi dengan sedikit atau bahkan tidak ada substitusinya.

Contohnya adalah makanan tertentu yang begitu khas dan enak serta biaya jalan tol. Jika di luar negeri biaya jalan tol tidak pernah naik atau malah diturunkan, di sini ongkos tol justru dinaikkan.

Ini karena pengelola jalan tol bersama pemerintah menghitung harga atas dasar demand. Untuk menarik investor baru dan karena tingginya permintaan, biaya jalan tol kita dinaikkan setiap 2 tahun mengikuti inflasi.

Di ekstrem lain, kita juga menyaksikan banyak produk yang harganya beberapa kali lipat biaya produksinya. Produk teknologi tinggi dan obat baru yang belum ada saingannya masuk kategori ini. Yang juga masuk kelompok ini adalah produk branded.

Jika Anda membeli tas Louis Vuitton, jam tangan Rolex, dan mobil Jaguar misalnya, harga yang Anda bayarkan sebagian besar untuk membeli gengsi. Produk ini sengaja dihargai tinggi di atas biayanya agar hanya terjangkau segelintir konsumen saja.

Jika dihargai rendah, produk premium ini akan kehilangan daya tariknya di kalangan atas sebagai produk layak beli. Sementara kelas menengah dan bawah sejak awal merasa tidak mampu memilikinya. Karena mencari uang buat saya tidak semudah seperti pengusaha besar, saya pun tahu diri untuk menghindari produk-produk bermerek ini.

Boros itu baik

Jika ekonomi Anda juga belum masuk kelompok atas, mestinya Anda setuju dengan saya soal nilai produk supermahal. Namun, kita harus berterima kasih kepada kelompok atas yang bersedia mengoleksi produk-produk itu.

Karena merekalah, mal-mal kelas atas seperti Plaza Indonesia, Plaza Senayan, dan Pondok Indah Mal 2 dapat terus bertahan. Tanpa adanya orang-orang kaya yang boros, mal-mal di atas sangat mungkin harus turun kelas.

Untuk dapat berputar cepat dan menciptakan banyak pekerjaan baru, perekonomian memerlukan orang-orang kaya yang royal dalam membelanjakan uangnya.

Masyarakat mampu yang jarang makan di luar, jarang rekreasi, dan hanya sesekali berbelanja di mal membuat ekonomi mengalir lambat. Intinya, untuk yang mampu, hemat dan irit itu baik untuk Anda dan keluarga tetapi buruk untuk perekonomian dan dikenal sebagai paradox of thrifty.

Itulah indahnya ilmu ekonomi. Yang tidak kalah indahnya adalah perbedaan dalam kehidupan ini. Yang kaya harus berterima kasih kepada yang miskin dan yang bernasib kurang beruntung. Karena sangat banyak orang berpenghasilan rendah, mereka yang berpenghasilan puluhan juta rupiah per bulan di sini dapat julukan kaya dan mampu mempekerjakan pembantu rumah tangga dan sopir.

Bayangkan apa yang terjadi jika hampir semua orang di negeri ini kaya seperti di negara maju. Senada dengan ini, orang yang pintar dan berpendidikan tidak boleh sombong kepada yang bodoh atau kurang berpendidikan.

Karena banyak yang kurang pintar, mereka disebut pandai atau berpendidikan sehingga layak memperoleh posisi terhormat di perusahaan dengan gaji besar. Demikian juga dengan mereka yang dikaruniai wajah yang tampan dan cantik. Mereka mesti menghargai orang yang parasnya kurang menarik atau biasa-biasa saja. Karena kebanyakan dari kita berwajah pas-pasan, mereka dapat disebut ganteng dan cakep.

Yang mayoritas sebaiknya juga tidak memandang rendah minoritas. Karena ada minoritas, kelompok mayoritas mempunyai kepercayaan diri dan bargaining power yang lebih besar.

Ramai karena spekulan

Terakhir, dalam hubungannya dengan investasi saham, investor fundamentalis yang jumlahnya sekitar 20% dan umumnya pasif perlu berterima kasih kepada investor teknikalis.

Tanpa dominasi para teknikalis yang umumnya trader dan spekulan saham, transaksi saham tidak akan seramai sekarang dan volume perdagangan harian sulit menembus triliunan rupiah. Tanpa mereka, volatilitas saham juga tidak akan sebesar saat ini.

Yang paling penting, tidak akan tercipta banyak pekerjaan baru dengan gaji memuaskan dan peluang besar di pasar saham tanpa kehadiran trader, spekulan, dan arbitrager.

Jika investor saham buy and hold, bursa akan menjadi sepi dengan harga dan indeks saham bergerak datar dan stabil. Kesimpulannya, hidup ini sangat indah karena banyaknya perbedaan di antara kita. Tanpa adanya perbedaan, tidak ada yang dapat menyebut dirinya kaya, pandai, cantik, dan mayoritas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar