Sabtu, 22 Januari 2011

Berhasil di tempat lain

Solusi yang gagal di satu tempat kadang ternyata bisa berhasil di tempat lain.
be well,
Dwika-ExecuTrain



Bersikap terhadap KEGAGALAN

Merayakan Kegagalan Cerdas

Ditulis oleh IT PIN konsultan

Bagi Anda yang bekerja di perusahaan, kemungkinan besar Anda akan berusaha sekuat mungkin menghindari melakukan kesalahan yang bisa merugikan perusahaan. Kesalahan, kadang sekecil apa pun, bisa membuat kita menerima umpatan dari bos. Perusahaan tentu saja memiliki alasan yang sangat masuk akal untuk tidak mentolerir kesalahan, karena, bagaimanapun, perusahaan memang didirikan untuk menghasilkan keuntungan dan menghindari kerugian.

Hal yang sama juga berlaku jika Anda adalah pengusaha atau pemilik perusahaan. Kegagalan bukanlah sesuatu yang Anda harapkan. Selain harus menghadapi celaan dari diri sendiri, Anda mungkin juga harus menghadapi cemoohan (atau kadang-kadang, lebih parah lagi, rasa kasihan) dari orang-orang lain. Sebaliknya, kita akan berbangga dengan keberhasilan dalam bentuk apa pun, tidak peduli bagaimana kita mencapainya.

Hukuman terhadap kegagalan ini, walau sering mampu menjadi motivator yang kuat untuk berhasil, tetapi ternyata bisa menjadi musuh besar inovasi. Mengapa? Sebab, untuk menciptakan satu inovasi yang berhasil sering dibutuhkan banyak kegagalan. Bukankah Thomas Alva Edison sendiri baru berhasil menciptakan bola lampu yang mampu bertahan lama setelah melakukan ribuan “kesalahan”? Tanpa mentalitas seperti Edison, kita tidak mungkin bisa menghasilkan keberhasilan besar.

Kecenderungan orang-orang Asia yang menilai kegagalan semata-mata dari kacamata negatif merupakan salah satu alasan mengapa kontinental ini jarang menghasilkan karya-karya inovatif. Wiraswasta yang takut dicemooh karena gagal lebih memilih bidang usaha yang sedang populer saat ini. Ketika bisnis factory outlet lagi marak, semua orang berpikir untuk membuka factory outlet. Ketika bisnis telepon genggam lagi booming, semua orang tertarik untuk masuk ke bidang tersebut, tidak peduli apakah mereka menyukainya atau tidak. Mentalitas semacam itu membuat kita lebih banyak menjadi imitator. Padahal, meski kelihatannya cara ini aman, tetapi dalam jangka panjang, jika banyak orang berpikiran sama, bisnis semenarik apa pun akan overcrowded sehingga pangsa pasar dan margin keuntungan menyusut.

Untuk para pekerja di perusahaan, ketakutan melakukan kesalahan dalam bentuk apa pun membuat kita tidak berani mengajukan ide-ide inovatif karena adanya kemungkinan ide-ide tersebut tidak jalan.

Tentu saja, ada kesalahan yang harus dihukum. Akan tetapi, perusahaan harus bijak membedakan antara kesalahan tolol semacam itu dan “kegagalan cerdas”. Kegagalan cerdas adalah kegagalan yang memang sudah diprediksikan dari awal mungkin akan terjadi. Namun, langkah tersebut tetap dilakukan karena adanya peluang untuk berhasil juga. Katakanlah, perusahaan Anda meluncurkan sebuah produk baru. Melalui analisis awal, Anda sudah tahu produk ini memiliki kemungkinan sukses 70% dan kemungkinan gagal 30%. Anda mungkin sudah mendaftarkan syarat-syarat apa yang mesti dipenuhi agar produk ini sukses, seperti kondisi ekonomi yang kondusif atau peraturan pemerintah yang mendukung. Namun, setelah diluncurkan, ternyata kondisi ekonomi tiba-tiba memburuk dan produk tersebut gagal total di pasaran. Dalam kasus ini, kegagalan tersebut bukanlah akibat dari kesalahan tolol. Menghukum para manajer yang bertanggung jawab atas peluncuran produk tersebut bukanlah langkah bijak karena akan membuat orang-orang dalam perusahaan Anda tidak berani mencoba lagi kelak.

Kadang kegagalan semacam itu tidak bisa dianggap kegagalan sepenuhnya juga, selama perusahaan bisa menarik pelajaran. Untuk setiap kegagalan seperti itu, perusahaan hendaknya melakukan semacam after action review (AAR) untuk mencari sebab-sebab kegagalan tanpa berusaha mencari kambing hitam. Fokuskan pencarian pada sistem atau asumsi-asumsi yang dipakai. Beberapa perusahaan yang secara disiplin melakukan AAR semacam itu seperti Hewlett-Packard mampu menarik manfaat besar, karena kegiatan seperti itu mampu mengurangi tingkat kegagalan untuk peluncuran produk berikutnya tanpa membuat para staf takut mencoba lagi.

Solusi yang gagal di satu tempat kadang ternyata bisa berhasil di tempat lain. Pada tahun 1980-an, IBM mengembangkan mikrocip yang dibuat dari kombinasi germanium dengan silikon biasa yang mampu mengantar listrik dengan lebih efisien. Rencana untuk memakai produk tersebut ke komputer mainframe gagal setelah teknologi mikrocip yang lebih bagus keluar. Gagal? Tunggu dulu. Para insinyur proyek tersebut tidak menyerah. Mereka merancang ulang mikrocip itu untuk keperluan lain: telepon genggam dan peralatan nirkabel lainnya. IBM akhirnya berhasil menangguk penghasilan tambahan miliaran dolar AS berkat teknologi ini.

Berkah yang didapat IBM itu hanya mungkin terjadi apabila para insinyur (staf lainnya) mendapat kebebasan untuk belajar dari kegagalan mereka tanpa merasa disalahkan. Tidak semua kegagalan atau kesalahan adalah negatif. Membabat kesalahan tanpa pandang bulu bisa membuat Anda membabat peluang keberhasilan di masa depan juga.
Ditulis oleh IT PIN konsultan inovasi dan strategi bisnis ( dikutip dari warta ekonomi.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar