Senin, 24 Januari 2011

Konsep diri ideal (Negosiator Ulung 3)

Anda bisa menutup transaksi negosiasi dengan lebih baik untuk lebih banyak lagi kesempatan di masa depan, dengan menjadi negosiator yang lebih efektif.
be well,
Dwika-ExecuTrain




Anda seorang Negosiator Ulung, bukan? (3, selesai)

by: riopurboyo.com

Tulisan ini merupakan pembahasan terakhir tentang profil negosiator yang handal. Ketika Anda memulai sebuah pembelajaran, hendaknya Anda mendekatinya dari konsep diri ideal sang pemilik ketrampilan. Sebab, begitu Anda memahami dengan jelas sikap dirinya –yang terlihat dari bangunan konsep dirinya– seketika beragam pendekatan, teknik, dan ketrampilan yang menyelimuti sang pelaku menjadi lebih mudah Anda duplikasi.
Laksana maestro pembuat pedang, beliau selalu memulai prosesnya dari penciptaan gagang yang tepat. Dipilihnya jenis kayu/bahan lain berikut spesifikasi yang cocok bagi pedang yang dikehendaki. Selesainya pembuatan gagang pedang, sang empu melanjutkan pekerjaannya kembali dengan pembentukan bilah pedangnya.

Selama proses berjalan hingga selesainya, sang empu tidak khawatir jika saja dia terlukai oleh tajamnya bilah pedang. Karena sang empu telah memegang gagang yang tepat. Gagang yang membuat pedang mudah digunakan karena pas di tangan. Gagang yang menambah cantik penampilan pedang setelah selesainya. Dan gagang pedang yang meng-aman-kan sang pemegang dari marabahaya ketajaman bilah pedang. Lalu, apa jadinya jika kita memegang pedang tanpa keberadaan gagang? Tentu saja, sang empu akan mengakhiri pekerjaan pembuatan pedangnya setelah pedang menempati sarung pedang yang menambah daya tarik sang pedang.
Begitu pun dengan kita. Saya yakin, untuk menghasilkan kegemilangan yang lebih efektif adalah dengan menciptakan model bagi sebuah perubahan. Kita bisa menjadi model bagi orang lain, dan sebaliknya kita pun bisa me-model orang lain. Jim Rohn menginspirasikan filosofi ”Kita bisa mendapatkan lebih dari yang sekarang, dengan menjadi lebih dari kondisi kita saat ini.”
Terlalu sedikit waktu yang tersedia bagi kita untuk menemukan sendiri beragam prinsip dan panduan praktis dalam menciptakan kehebatan hidup. Selalu saja ada idola yang bisa kita tiru kehebatannya. Kita pasti bisa belajar banyak dari keberhasilan mereka, sama banyaknya juga dari kekeliruan mereka. Bila memang cita-cita kita menjadi hebat, besar, dan luas maka tirulah segera kehebatan mereka. Hilangkan perasaan iri dan sikap menyaingi, dan gantikan dengan ketulusan dan kegembiraan. Hanya jika kita suka akan sesuatu, kita jadi lebih mudah dan jauh lebih bergembira dalam meniru sesuatu itu. Dan ketulusan adalah jaminan atas keberkahan peniruan kita.
Namun, ketika sifat iri menyusup dalam diri secara tiba-tiba tertutuplah jawaban atas pertanyaan … ”Hal baik apa yang bisa saya pelajari/tiru dari orang itu?” Sikap persaingan yang tidak sehat membuat kita merasa tertekan atas pencapaian prestasi orang lain. Kita merasa tidak rela ketika melihat keberhasilan orang lain. Lalu, kita tersedot dalam spiral energi menurun yang menyedot energi dan produktivitas.
Seolah-olah pencapaian besar apa pun yang kita raih, kita nilai tidak berharga (kurang berharga) di hadapan prestasi orang lain. Padahal setiap kita memiliki kemampuan unik dalam menunaikan Legenda Pribadi-nya, yang oleh karenanya dunia menjadi lebih indah karena kehadiran kita.
Menjadi sebuah kehormatan bila kita mampu meniru jalan-jalan naik orang-orang yang telah menggoreskan tinta emas sejarah manusia.
Dan sebaliknya, efek terburuk karena merasa tersaingi yang tidak sehat menimbulkan keengganan untuk belajar dari orang lain. Ketika kita enggan belajar, kita pun berhenti bertumbuh. Seperti air yang tergenang, berhenti mengalir, maka segera kemudian semua potensi baiknya menghilang. Kejernihan, kesegaran, dan keindahan air mancur mendadak lenyap digantikan oleh kegelapan, bau amis dan keburukan genangan air.
Maka dengan mudah kita pahami bahwa untuk menciptakan negosiasi yang efektif maka kita harus menjadi negosiator yang handal, yaitu dengan:

Bersedia Mengambil Resiko

Resiko selalu bersembunyi dalam setiap langkah hidup. Kapal di pelabuhan memang aman dari keganasan terjangan ombak, tapi pasti bukan untuk itu ia dibuat. Setiap hari kita selalu menghadapi resiko. Namun secara perlahan-lahan kita mulai belajar untuk menghadapinya, lalu mengelolanya. Ketika kita keluar dari rumah kita dan berkendara ke jalan raya, selalu tersedia peluang terjadinya kecelakaan. Hanya karena telah terbiasa, kita seolah-olah mengecilkan arti resiko tadi. Padahal, resiko kecelakaan tetap ada. Toh hingga hari ini, masih saja kita mendengar dan melihat berita kecelakaan terjadi di jalan raya.
Yang lebih menarik adalah saat kita bisa memahami bahwa mekanisme internal tubuh kita memang telah di-set-up untuk memberikan jaminan terhadap keselamatan kita. Alasan itulah yang lebih tepat dalam menjelaskan penyebab munculnya ketakutan dan kekhawatiran. Terutama ketika kita memulai pertemuan dalam negosiasi atau apa pun yang menantang zona nyaman kita.
Secara tiba-tiba tubuh kita mengirimkan alarm tanda waspada. Jantung kita berdetak lebih cepat, sebagai jawaban untuk mensuplai kebutuhan lebih terhadap oksigen. Keringat dingin pun mengucur, dan pada sebagian orang tanda-tanda fisik yang lain biasanya turut menyertai ’kondisi transisi’ ini. Mungkin Anda juga pernah mengalami salah satunya. Perut mulas, ingin buang air kecil –tapi ndak ada yang dikeluarkan (???), wajah memucat, jari-jemari bergetar, bibir sedikit bergetar, pening, otot leher terasa lebih kaku, pundak terasa lebih berat, napas tidak teratur/tersengal-sengal, dsb.
Dengan melakukan yang justru kita takuti, kita lalu belajar melebarkan zona nyaman kita. Secara perlahan, kita makin mentoleransi beberapa hal kecil yang tidak se-baik perkiraan awal kita. Kita makin menyadari karena resiko-lah, hidup kita makin berwarna. Karena resiko baru-lah, kita berpeluang melakukan kesalahan dan masih berpeluang untuk melakukan yang benar pada kesempatan selanjutnya. Kita pun lebih mudah mengerti bahwa ”Setiap keslahan merupakan kesempatan belajar untuk menjadi lebih baik.”
Maka, mulailah mengambil resiko dalam negosiasi kecil harian Anda. Bernegosiasilah dengan seseorang yang Anda pikir bersedia untuk mematikan rokoknya, ketika Anda merasa terganggu karena hal itu. Atau, mintalah seorang juru parkir untuk berlaku lebih jujur dengan meminta karcis padanya dan setelahnya ucapkan ”Terima kasih ya Pak.” Atau, ajaklah bicara pihak-pihak yang pernah melukai perasaan Anda –dan katakan pula padanya rasa terima kasih Anda. Karena kesediaan mereka-lah Anda menjadi pribadi baru yang lebih merdeka. Anda merasa terbebaskan dari dendam masa lalu Anda, dan karenanya pula Anda akan merasa lebih ringan untuk menyelesaikan resiko lebih besar yang telah menanti Anda.
Berdamailah dengan masa lalu kita, dengan menyelesaikan ’negosiasi kecil’ yang mungkin masih tertunda. Anda mungkin akan merasakan ketegangan dan keguncangan emosional saat mulai mengerjakannya. Tetapi, segera setelah menyelesaikan hal-hal kecil yang penting itu, kelegaan dan ketenangan akan merayap perlahan untuk kemudian menyelimuti keseharian hidup Anda. Dan saya berharap agar kita bisa menikmati masa depan kita karena telah mengerjakan hal-hal yang kita anggap beresiko di masa lalu. Dengannya kita telah menghargai pengalaman masa lalu kita, sebagai sebuah anugrah yang indah dariNya.
Sebaliknya, kita akan menyesali semua resiko yang tidak kita ambil, semua kesempatan yang tidak kita raih, dan semua ketakutan yang tidak kita hadapi. Saya perlu untuk mengingatkan diri saya bahwa selalu ada kebebasan di sisi lain ketakutan. Karena pada akhirnya, resiko terbesar dalam hidup terjadi ketika kita tidak mengambil resiko yang terukur.

Bersedia Meninggalkan Transaksi

Sebelum memutuskan untuk melanjutkan transaksi, sangat baik jika Anda mempertimbangkan ulang posisi Anda dan lawan bicara dalam proses negosiasi itu. Bersikaplah tegas dalam memegang prinsip, dalam bersikap yang benar. Apa pun kondisi yang terjadi, kita harus tetap tampil dan berpikir yang terbaik dalam mengambil sebuah keputusan. Ketika negosiasi mulai berujung pada ketidaksepakatan yang beraromakan konflik, penting bagi Anda untuk mengurai kembali konsesi (kesepakatan bersama) yang telah terjadi sebelumnya. Bahkan, meski konsesi-konsesi yang diambil itu kecil. Dengannya, Anda bisa ajak lawan bicara meninjau ulang berbagai kesamaan yang telah Anda hasilkan bersama.
Ketika pada akhirnya, Anda harus tetap bersikap tegas dalam membela posisi dan keuntungan maksimal yang bisa diperoleh kedua pihak, ternyata Anda berhadapan dengan kehendak yang berlainan dari negosiator yang lain. Inilah saatnya Anda putuskan untuk SELESAI. Katakan saja Anda berhenti, dan dengan santun tinggalkanlah transaksi. Sampai di situ, Anda akan menjadi pribadi yang lebih tegas bagi diri Anda sendiri, bagi posisi dan nilai-nilai pribadi Anda, bagi pihak yang Anda wakili, serta bagi negosiator yang berhadapan dengan Anda –ia akan lebih menghargai setiap kali kesempatan bernegosiasi dengan Anda, karena ia sudah ketahui profil ketegasan Anda. Tegaslah untuk apa yang menjadi kewajiban Anda dalam menjalankan negosiasi yang saling menguntungkan. Tegaslah dalam hak Anda untuk menerima hasil yang memuaskan. Berhentilah menempatkan diri dalam posisi terdesak dan keharusan untuk selalu menutup sebuah transaksi, karena hal itu justru mendorong Anda harus menerima setiap butir transaksi. Yang seringkali tidak memuaskan.
Pada dasarnya, saat bernegosiasi, hanya ada dua posisi yang kita ambil. Yakni sebagai pembeli, atau sebagai penjual. Keuntungan berposisi sebagai pembeli adalah Anda bisa memilih layanan yang beragam dari berbagai penjual yang lain, dengan beragam konsekuensi pastinya (mis: harga, layanan purna jual, dsb). Dengan ketahui hal ini, Anda jadi terbebas dari keharusan untuk menutup transaksi hanya dari satu jenis penjual saja. Anda tentu memiliki pilihan yang lain, bukan? Nah, sebagai penjual Anda pun juga berhak memilih jenis pelanggan sepereti apa yang hendak Anda layani. Sebagai penjual, pasti Anda sudah bisa bayangkan tipe seperti apa (calon) pembeli ideal Anda. Dengannya, Anda pun merasa lebih bebas untuk memilih dan melayani jenis pelanggan tertentu. Sebab, setiap produk pasti memiliki pembelinya masing-masing. Hanya saja, kapan tepatnya terjadi transaksi antara pembeli (ideal) dengan layanan yang tepat? Keahlian negosiasi Anda-lah yang menjadi jembatan solusinya.
Sampai saat ini, saya tidak sarankan Anda harus selalu pergi meninggalkan setiap transaksi. Bukan begitu. Tapi begini!
Saat Anda tidak pertimbangkan sama sekali OPSI untuk pergi meninggalkan negosiasi, Anda akan cenderung mengalah pada pihak lain untuk melakukan transaksi. Tetapi, ketika Anda ketahui dan sadari ada OPSI LAIN, negosiator lain akan merasakan ketegasan dalam diri Anda. Kesediaan (keberanian) Anda untuk pergi meninggalkan transaksi adalah salah satu peluang tawar-menawar terbesar yang Anda kuasai.

Berorientasi pada Pemecahan Masalah

Kita belajar lebih banyak dari kegagalan kita ketimbang keberhasilan kita. Ketika kita berhasil lebih mudah bagi kita untuk segera berpuas diri, menyombongkan kemampuan, dan sebagai akibat terdekatnya, lebih mudah bagi kita tergelincir karena kesuksesan dibandingkan karena kegagalan.
Ketika gagal, kita merasa lebih waspada terhadap peluang-peluang baru. Kita berlatih lebih keras dan lebih intens untuk memperbaiki kinerja kita. Kita kemudian mencari cara-cara lebih mutakhir yang lebih efektif dalam mengatasi masalah kita. Dan pada akhirnya, hanya karena kita pernah gagal kita jadi lebih mudah menghargai keberhasilan.
Prinsip yang sama berlaku pula pada negosiasi. Bayangkan bila kita bertemu dengan seseorang yang selalu berorientasi pada solusi. Pasti kita bergembira dan merasa beruntung bisa menemui orang seperti ini.

Buku sakU LATihan tindaKAN

(BULATKAN)

Sejak sekarang Anda akan terbiasa menggunakan buku saku latihan tindakan. BULATKAN. Sebuah istilah yang saya gunakan untuk merangkum pengertian dan panduan praktis yang lebih memudahkan kita dalam melatih tindakan sebagai hasil pembelajaran kita. Biasakanlah untuk mengubah hasil pembelajaran kita ke dalam tindakan, sebab dengan itulah pengetahuan kita terbukti hasilnya.
Tantangan kita dalam memperbagus karakter sambil terus meningkatkan kompetensi negosiasi akan lebih mudah terjawab dengan…

1. Cari, pilih, dan duplikasi-lah karakter seorang negosiator ulung.

2. Awali setiap negosiasi Anda dengan kesadaran negosiasi. Latihlah ketegasan Anda dalam kehidupan sehari-hari dengan mengungkapkan perasaan Anda tanpa perasaan terluka maupun melukai perasaan orang lain.

3. Jadikan orang lain menyukai Anda karena kelihaian mendengarkan. Pertajam kemampuan Anda dalam mendengarkan dengan kesediaan untuk lebih banyak diam dan –seperti seorang detektif– galilah keinginan dan kebutuhan pihak lain dengan memperhatikan pesan verbal dan non-verbal mereka.

4. Negosiator yang lebih sabar, lebih mudah memegang kendali negosiasi, seiring meningkatnya kecemasan dan keharusan dalam memutuskan transaksi. Jadikanlah diri Anda lebih sabar di dalam dan di luar ruang negosiasi!

5. Selalu ada pendekatan baru yang lebih efektif dalam setiap negosiasi. Maka temukanlah! Luweslah dalam berhubungan dengan orang lain, dan Anda akan terkejut ketika menyadari betapa hebatnya efek fleksibilitas dalam merekatkan Anda dan orang lain. Ternyata, cara termudah untuk mengalahkan lawan adalah dengan menjadikannya kawan.

6. Nikmatilah proses negosiasi Anda dengan membayangkan keuntungan jangka panjang dari hubungan positif kedua belah pihak. Bertanyalah pada diri Anda, ”Hal positif apa yang bisa aku tambahkan, supaya negosiasi ini berjalan harmonis bagi kedua pihak?”

7. Pancangkan pandangan Anda pada gambaran besar negosiasi, berupa kepuasan bersama atas tercapainya tujuan kedua belah pihak.

8. Beranilah untuk mengambil resiko di setiap aspek hidup Anda, termasuk ketika bernegosiasi. Ijinkan diri Anda untuk melebarkan zona nyaman, untuk keluar menuju arah dan tempat yang baru –yang mungkin; asing dan aneh– yang mungkin belum pernah terbayangkan sebelumnya.

9. Tinggalkan saja situasi negosiasi begitu Anda merasa telah keluar jalur dari arah negosiasi yang benar.

10. Solusi, solusi, dan solusi. Semakin mahir Anda menemukan akar masalah dalam setiap negosiasi, semakin mudah bagi Anda menemukan solusinya. Maka, semakin terbukti-lah Anda sebagai seorang negosiator yang ulung.

11. Lebih dari apa pun, lakukanlah poin-poin di atas. Bernegosiasilah! Praktikkan-lah jurus-jurus ampuh yang telah Anda pelajari.

Dalam tulisan ini telah saya tegaskan ulang pentingnya menjadi seorang negosiator yang ulung. Anda bisa menutup transaksi negosiasi dengan lebih baik untuk lebih banyak lagi kesempatan di masa depan, dengan menjadi negosiator yang lebih efektif.
Anda bisa pelajari kembali 11 rahasia kepribadian dan keahlian tersebut, yang telah saya rangkumkan menjadi BULATKAN. Ke-11 hal ini bisa segera Anda serap, miliki, dan tampilkan di setiap kesempatan.
Semoga tulisan sederhana ini berguna. Dan, selamat bernegosiasi ya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar