Senin, 24 Januari 2011

Pendengar Aktif-Positif (Negosiator Ulung 1)

Anda tegas terhadap kepentingan dan harapan Anda, namun tidak agresif dalam menyerang pihak lain. Anda telah melatih diri menjadi seorang pendengar yang aktif-positif layaknya seorang detektif. Anda makin mahir menghasilkan kesepakatan ’win-win solution’.
be well,
Dwika-ExecuTrain




Anda seorang Negosiator Ulung, bukan? (1)

13 October 2010 in Komunikasi, Strategi

Pada tulisan sebelumnya yang telah meluruskan persepsi kita dari 5 mitos ngawur tentang negosiasi, saya menjanjikan tulisan mengenai kepribadian para negosiator yang sukses. Kita memahami bahwa negosiasi adalah proses mengatasi rintangan sebagai usaha memenangkan persetujuan. Dalam negosiasi, rintangan utama berupa perbedaan antara posisi Anda dan posisi saya, sementara tujuan utamanya adalah mencapai persetujuan.
Saya lebih cenderung mengatakan bahwa negosiasi yang efektif terjadi ketika setidaknya salah satu pihak merasa puas, merasa menang. Sehingga ketika kita menyebutkan istilah win-win negotiation, yang sebetulnya terjadi adalah munculnya perasaan menang di masing-masing pihak. Kedua pihak sama-sama ’merasa’ menang, sama-sama ’merasa’ puas. Yang sangat bisa jadi, tingkat kepuasan masing-masing pihak berbeda ukurannya.
Misalnya, kisah berikut ini yang terjadi ketika kita datang untuk melihat rapat dan mendengarkan sosialisasi mekanisme pencairan dana bagi para korban lumpur LAPINDO.

Malam itu, di sebuah balai desa seratusan warga berkumpul di sana. Setelah menyimak dan melihat pandangan yang disampaikan oleh perangkat desa, tibalah waktunya untuk bertanya jawab. Selama 2 pekan terakhir, santer terdengar desas-desus bakal terjadinya pungutan bagi semua warga desa ketika mereka sudah menerima pencairan dana atas terbelinya tanah dan rumah tinggal mereka. Besarnya pungutan dan potongan ini pun beragam, ada yang bilang 5% dan ada pula beberapa warga yang melihat seorang perangkat desa yang berkoar-koar sebesar 2,5% dari dana yang diterima. Melihat gejala yang kurang sehat inilah, seorang pemuda hendak mengkonfirmasi isu ini. Terlebih lagi, karena malam itu rapat dihadiri oleh semua perangkat desa, para ketua RT dan RW, berikut para tokoh desa. Tak urung pula, rapat ini mengundang kehadiran warga dari berbagai desa tetangga yang ternyata juga merasa penasaran terhadap penanganan lebih lanjut para korban lumpur. Maka kemudian, marilah kita ikuti percakapan yang terjadi antara pemuda (P) dengan perangkat desa (PD) berikut …
PD : Baik bapak-bapak, itu tadi penjelasan terkait masalah ganti rugi. Ada lagi yang mau bertanya?
P : Terima kasih. Bila bapak berkenan, bagaimana jika para warga yang hadir di sini dan juga saya mendapatkan kepastian tertulis mengenai janji tidak adanya potongan apa pun terkait proses pencairan dana bagi warga? Bagaimana ya Pak, bisa?
PD : Begini ya mas, saya sudah instruksikan kepada semua bawahan saya bahwa tidak ada itu yang namanya potongan-potongan. Tidak ada. Dan saya pikir semua warga juga sependapat dengan saya.
P : Maksud saya begini pak. Justru untuk memperkuat perkataan Bapak di forum ini, maka saya hendak membantu Bapak agar di kemudian hari tidak ada lagi warga yang resah akibat masih berpikir mengenai adanya potongan liar di sana-sini. Jadi …
PD : (memotong pembicaraan) Lho, mas ini gimana. Kalo bicara seperti itu, tandanya tidak percaya pada saya. Artinya tidak percaya sama bapaknya sendiri yang memimpin desa ini. Saya ulangi lagi ya, forum ini forum resmi. Ada para ketua RW dan ketua RW, dan para tokoh agama. Saya mengundang mereka dengan surat undangan resmi. Jadi apa-apa yang saya sampaikan di sini sifatnya mengikat. Pasti akan dilaksanakan. Nggak usah lagi adanya surat tertulis itu. Semua yang ada di sini sudah mengerti kok bakal tidak ada pungutan dan potongan untuk pencairan dana warga. Jadi kalo’ ada yang berani-berani mengambil uang kepada warga tanpa alasan yang jelas, saya langsung akan menindaknya. Lagipula, menurut saya dalam forum resmi seperti ini –kalo ada sebuah kesepakatan yang disaksikan oleh tiga orang sudah nggak perlu lagi itu dokumen tertulis. Bukan begitu bapak-bapak?
Warga: ??? (bingung, setengah percaya – separuh ragu-ragu)
P : Jika memang begitu, tentu akan lebih sah lagi ketika Bapak bersedia menuliskan notulensi dari rapat ini terutama jaminan yang barusan. Dan nanti biarkan kami, para pemuda, yang mem-foto kopikannya untuk kami gandakan bagi warga yang tidak sempat ….
PD : (lagi-lagi memotong, berbicara dengan suara keras dengan wajah merah) Sudah-sudah. Nggak usah diteruskan lagi. Sekali lagi saya berjanji bahwa tidak akan ada potongan jenis apa pun terkait dengan pencairan dana dari BPLS di desa kita ini. Bapak-bapak setuju khan kalo kita menerima utuh seluruh uang ganti rugi kita???
Warga : SETUJUUU !!!
P : Baik pak, kalo’ memang itu yang telah disepakati warga. Saya bisa memahaminya…
@ @ @ @ @
Dari kisah di atas kita bisa merasakan kepuasan di kedua belah pihak. Kita lalu memaknai bahwa kehormatan dan kredibilitas perangkat desa tetap terjaga dalam pandangan warga desa, karena ini penting untuk menjaga agar proses pencairan dana ke tangan warga selalu lancar dan tidak tercoreng oleh kecurigaan yang sengaja ditimbulkan oleh pihak-pihak tertentu. Sekaligus untuk menghapus kemauan pihak-pihak yang hendak mengambil keuntungan terhadap keresahan warga korban lumpur, serta yang lebih penting adalah munculnya kesadaran sosial yang sama di kalangan warga desa untuk saling mengingatkan bahwa tidak bakal9 puas pula karena mengantongi jaminan lisan dari sang perangkat desa terkait tidak akan terjadi pungutan apa pun bagi warga korban lumpur di desa tersebut. (Sang PD mengulangi terjadi pungutan terhadap segala hal yang terkait mekanisme penjualan tanah dan bangunan warga korban lumpur. Jadi, sang perangkat desa ‘merasa ‘puas karena wibawa pribadinya tetap terjaga. Dan sang pemuda pun ‘merasa??%9 jaminan lisan ini sebanyak 5 kali lho!)

Anda seorang Negosiator Ulung, bukan? (bagian 1)

Seperti yang telah Anda perhatikan dari kisah nyata di atas, mengenai seorang pemuda yang mewakili profil seorang negosiator efektif, tulisan di bawah ini akan berfokus pada upaya penilaian objektif terhadap diri kita sendiri. Andalah yang mengetahui jawaban dari ”Ada berapa banyak dari sifat-sifat negosiator efektif yang saya miliki?”
Dari beberapa ciri negosiator efektif, kali ini kita akan membahas 2 ciri. Yakni kesadaran bernegosiasi dan kemampuan mendengarkan. Dan untuk beberapa ciri yang lain akan kita lanjutkan di tulisan berikutnya. Marilah kita selidiki satu per satu.

A. Kesadaran Negosiasi

Dalam dunia negosiasi berlaku ”Selain hal-hal prinsip, segala hal bisa dirundingkan”. Kesadaran bahwa kita mempunyai pola pikir yang menghasilkan transaksi seperti ini sungguh benar. Orang yang mempunyai kesadaran negosiasi yang tinggi cenderung tegas dalam menyatakan apa yang dia inginkan dan menantang segala asumsi. Dan dalam negosiasi, itu berarti segalanya. Anda tidak dapat mencapai apa yang Anda inginkan dalam negosiasi jika Anda tidak mau menantang posisi pihak lain. Bagi seorang negosiator dengan kesadaran negosiasi yang tinggi, dirinya tidak akan takut mempermasalahkan klausul sebuah kontrak. Meskipun dia tidak benar-benar memahami hukum.
Mungkin akan muncul pertanyaan pada diri Anda. ”Saya bukanlah orang yang pemberani.” ”Apakah saya harus mengubah diri saya, saya tidak bisa benar-benar mengubah sifat saya?”
Saya tegaskan bahwa ini bukan tentang mengubah sifat Anda. Yang awalnya agak penakut menjadi lebih pemberani. Bukan. Ini lebih mengenai mengubah prilaku Anda. Anda hanya perlu menjadi lebih memiliki kemauan untuk sedikit menantang apa yang dikatakan orang lain kepada Anda. Kemauan ini timbul dari keinginan Anda untuk menerima yang terbaik bagi diri Anda. Sikap ini muncul dari penghargaan yang tinggi terhadap standar diri Anda. Lebih dari itu, sebetulnya menantang maksudnya tidak serta merta menerima segala hal begitu saja. Alih-alih menerima anggapan orang lain begitu saja, Anda harus berpikir yang terbaik untuk kepentingan diri Anda dalam kerangka demi kebaikan orang lain.
Ketika negosiator yang efektif dihadapkan kepada pandangan yang berlawanan, sikapnya adalah ”Itu pendapatmu. Ini pendapat saya.” Memiliki nyali untuk berbicara terus terang inilah yang disebut ketegasan. Memiliki ketegasan berarti meminta apa yang Anda inginkan, dan menolak untuk menerima jawaban ”tidak”.
Ingat ya, ada perbedaan mencolok antara tegas dan agresif. Anda menjadi tegas ketika Anda peduli terhadap kepentingan Anda sendiri dan tetap menghargai kepentingan orang lain. Namun jika Anda mengejar kepentingan Anda sendiri tanpa peduli kepada orang lain, Anda menjadi agresif. Hubungan yang harmonis tetap bisa terjalin di antara pihak-pihak yang tetap tegas dalam prinsip, tetapi mudah rusak karena keagresifan.
Berikut ini dua kiat untuk melatih ketegasan yang dapat membantu Anda mengubah prilaku Anda:
1. Berlatih mengungkapkan perasaan Anda tanpa merasa cemas atau marah.
Perasaan adalah penghubung diri kita dengan orang lain, selain sebagai kekuatan dan kendali bagi diri kita sendiri. Kita menjadi sangat tertekan ketika harus memuntahkan perasaan kita terhadap orang lain yang menurut kita tidak layak untuk dia terima. Maka, sejak hari ini berlatihlah untuk mengenali corak warna perasaan Anda. Kapan atau karena apa Anda merasakan perasaan tertentu? Apa yang sedang Anda pikirkan/lakukan yang menyebabkan perasaan tertentu? Berlatihlah pula untuk mengerti maksud dan tujuan positif dari perasaan Anda. Tanyakanlah, ”Apa yang dapat saya pelajari dari perasaan-perasaan ini?” Sehingga Anda dapat memaksimalkan perasaan Anda dalam memberdayakan diri Anda, alih-alih mensabotase hidup Anda. Bertanyalah dengan ”Apa yang dapat saya lakukan untuk menciptakan solusi terbaik dalam kondisi emosi saat ini?”
Biarkanlah orang lain tahu apa yang Anda inginkan melalui cara yang tidak mengancam dengan mempraktikkan kalimat ”Saya”. Daripada mengatakan, ”Anda tidak seharusnya berbuat hal itu,” sekarang gantilah dengan, ”Saya merasa tidak nyaman jika Anda melakukan hal itu. Ketika Anda menggunakan kalimat ”Saya”, Anda mengambil tanggung jawab terhadap perasaan Anda alih-alih menyerang pihak lain.
2. Bertanya.
Negosiator yang ulung seperti seorang detektif. Apa yang dilakukan detektif? Bertanya. Jika Anda tidak bertanya, Anda tidak akan mendapatkan apa yang Anda butuhkan. Dengan bertanya, akan lebih mudah bagi Anda untuk memperoleh kejelasan terhadap penolakan dan penerimaan dari kesepakatan yang coba Anda wujudkan. Anda pun dengan lebih mudah mengerti mengenai batasan kepentingan dan harapan pihak lain. Dengan bertanya, Anda lebih mudah mengenali kebutuhan serta keterdesakan dalam negosiasi untuk kemudian Anda tawarkan kesepakatan yang tentunya lebih menguntungkan bagi kedua belah pihak. Plus, dengan bertanya sejak awal, Anda akan lebih cepat memperoleh kejelasan mengenai jenis kepribadian pihak-pihak yang sedang bernegosiasi. Apakah ia berkarakter kasar, mudah tersinggung, pemikir atau yang lainnya? Sudahkah kemampuan bertanya Anda terlatih dengan baik?
Bahkan, jika Anda bingung untuk meneruskan negosiasi Anda –bertanya adalah solusi sederhana untuk memecahkan kebuntuan Anda. Iya khan?
Kemampuan bertanya bergandengan erat dengan mendengarkan. Setelah mengajukan pertanyaan yang tepat dan kemudian mendengarkan, Anda akan bisa mengarahkan pihak lain dalam negosiasi.

B. Mendengarkan

Kunci bagi negosiasi yang efektif adalah kepercayaan. Bagaimana kita menciptakan suasana saling percaya? Dengan mendengarkan. Kita mudah mempercayai orang-orang yang memberikan perhatian kepada apa yang kita katakan. Banyak negosiasi yang gagal karena pihak-pihak yang terlibat tidak benar-benar mendengarkan.
Di antara keuntungan mendengarkan adalah:
  • Anda akan mempelajari kebutuhan dan penekanan pihak lain.
  • Anda akan menemukan letak kekuatan Anda.
  • Pihak lain akan menyukai Anda dan akan menolong Anda. Manusia merespon positif manusia lain yang mau mendengarkan.
  • Anda nantinya akan menemukan cara supaya kebutuhan Anda terpenuhi.
Banyak konflik bisa dipecahkan dengan mudah ketika kita belajar mendengarkan. Tetapi, kita terlalu sibuk untuk meyakinkan diri sendiri bahwa orang mendengar apa yang harus kita katakan sehingga kita lupa mendengar. Kebanyakan dari kita mendengar apa yang ingin kita dengar, bukan apa yang orang lain coba katakan. Ketika kita bersedia memperbaiki sikap, mendengarkan bukanlah sikap dan seni yang sulit dikuasai. Bagian tersulit adalah menutup mulut. Jika Anda dapat melatih diri Anda untuk lebih banyak menutup mulut Anda, tentu mudah untuk menjadi pendengar yang baik dan negosiator yang efektif. Seorang negosiator yang efektif mendengarkan pihak lain dengan pola pikir yang positif dan terbuka.
Berikut ini petunjuk tentang cara mendengarkan seperti ini:
  • Tanpa prasangka. Bukan hanya tidak berprasangka jelek, tapi benar-benar kita berpikir jernih terhadap situasi saat ini, dan di sini.
  • Dengan sikap yang sepenuhnya tertarik terhadap informasi baru.
  • Dengan harapan positif dan sambil memegang pena di tangan untuk mencatat poin-poin penting.
  • Penuh hasrat dalam mendengarkan, tidak hanya yang dikatakan pihak lain tetapi juga hal-hal yang dapat dimunculkannya dalam imajinasi.
  • Dengan sikap, ”Bagaimana saya bisa menggunakan umpan balik ini?”
Lalu, Anda pun inginkan hal-hal praktis lainnya mengenai mendengarkan. Boleh, silakan lanjutkan…
1. Kembangkanlah Hasrat untuk Mendengarkan
Ironisnya, mayoritas kita berpandangan bahwa komunikasi adalah mengatakan kepada orang lain apa yang kita pikir dan apa yang kita inginkan. Kita menganggap bahwa mereka akan mendengarkan kita dan kemudian melakukan apa yang kita minta untuk mereka lakukan. Kita terlalu fokus kepada diri sendiri, terlalu mencintai diri sendiri, berasumsi bahwa semua yang kita pikirkan adalah mengenai ”kita”. Padahal kenyataannya, kita lupa untuk memasukkan orang lain secara berimbang.
Penyebab dari sebagian besar kegagalan hubungan pribadi dan karier profesional adalah karena tidak mau mendengarkan. Jika Anda memberi kesempatan kepada orang lain untuk berbicara, dia akan menceritakan kepada Anda segala hal yang perlu Anda ketahui. Dan, dia juga akan menyukai Anda. Kita menyukai orang yang mendengarkan kita.
2. Gunakan Prinsip Pareto ”80/20”
Salah satu keputusan terpenting saya dalam hidup ini adalah untuk lebih banyak mendengarkan orang lain daripada berbicara. Saya menggunakan prinsip pareto dalam berkomunikasi, baik di dalam pelatihan maupun di dalam kehidupan pribadi dan keluarga. Dengarkanlah dengan aktif selama 80% dan bicaralah hanya 20%. Kecuali Anda memang diharuskan untuk mendominasi pembicaraan, gunakanlah prinsip efektif ini dalam semua bidang kehidupan Anda. Tutuplah mulut Anda! Mulai dari sekarang, anggaplah diri Anda seorang detektif yang pekerjaannya mendapatkan informasi dari orang lain. Biarkan orang lain bicara.
3. Lupakan untuk Memotong Pembicaraan
Upaya Anda untuk mendengarkan bisa digagalkan oleh keinginan untuk memotong orang lain agar langsung melompat untuk menceritakan kisahnya yang Anda anggap sangat penting. Hal ini tidak penting! Sebab itu hindarilah! Jika Anda hendak memotong, tanyai diri sendiri apakah itu benar-benar diperlukan.
4. Mendengarkan dengan Aktif
Tidak cukup hanya dengan mendengar seseorang –Anda harus yakin bahwa mereka tahu bahwa Anda mendengarkan. Mendengarkan dengan aktif berarti menjadikan orang lain tahu (biarkan mereka melihat Anda melakukannya) bahwa Anda mendengarkan setiap kata-kata dan kalimat mereka. Meskipun Anda mampu membagi perhatian Anda (misal: mengirimkan sms sambil mendengarkan orang lain), orang yang berbicara merasa tersinggung atas pecahnya perhatian Anda dan menganggap Anda sesungguhnya tidak peduli terhadap apa yang dia katakan.
Salah satu cara mendengarkan dengan aktif adalah dengan mengajukan pertanyaan yang tidak membatasi. Gunakan pertanyaan terbuka, yakni pertanyaan yang tidak dapat dijawab dengan hanya berkata ”ya” atau ”tidak”.
”Apa tanggapan Ibu terhadap fenomena cuaca panas akhir-akhir ini?”
”Bagaimana kisah putra ke-2 bapak yang berhasil ke Malaysia untuk mengikuti pertandingan bulutangkis 2 bulan lalu itu?”
Untuk menjawab pertanyaan terbuka, orang harus memikirkan pertanyaan itu lalu memberikan respon yang detail. Ingatlah bahwa tujuan Anda adalah membuat pihak lain merasa lebih nyaman terhadap diri Anda dengan membuat ia berbicara lebih banyak agar ia memberikan lebih banyak informasi. Pertanyaan yang tidak membatasi (pertanyaan terbuka) mendorong orang untuk berbicara mengenai kebutuhannya, keinginannya, ketakutannya, strateginya, dst.
Untuk membuat pihak lain merasa lebih nyaman dengan Anda, tanyakanlah ”Apa?” dan ”Bagaimana bisa?” daripada ”Mengapa?”. Pertanyaan ”Mengapa?” membuat pihak lain merasa tertekan, sehingga secepat kilat berusaha mempertahankan diri alih-alih menjelaskan.
Gunakanlah keahlian ini bahkan dalam kehidupan pribadi dan keluarga Anda. Ketika Anda bertanya pada remaja dengan ”Mengapa kamu melakukan ini dan itu?”, secara otomatis Anda akan menemukan mereka bersikap defensif dan bungkam. Dalam benak mereka, Anda baru saja menyerang mereka, terlepas dari apakah Anda memang bermaksud demikian ataukah tidak. Tetapi, jika Anda bertanya ”Apa yang membuat kamu melakukan ini dan itu?” atau ”Bagaimana bisa kamu melakukan ini dan itu?”, pertanyaan Anda tidak lagi mereka terima sebagai serangan. Melainkan sebagai upaya untuk memahami prilaku mereka. Anda akan tercengang dengan perbedaan jawaban dan cara mereka menjawab.
Cara yang kedua adalah dengan mendengarkan pesan non-verbal pihak lain. 90% dari komunikasi adalah pesan non-verbal, yang didominasi oleh bahasa tubuh. Untuk menjadi pendengar yang baik, Anda harus membaca pesan-pesan tersebut.
Lakukanlah kontak mata, tetapi tidak usah berlebihan. Buatlah orang lain nyaman dengan kontak mata Anda yang cukup dari sesekali sehingga mereka dapat melihat bahwa Anda mengikuti mereka. Usahakan agar tubuh Anda menghadap lawan bicara Anda dan hindari melipat tangan Anda, sebab itu mengisyaratkan penolakan. Postur tubuh adalah isyarat yang baik. Jika lawan bicara Anda duduk, apakah dia condong ke arah Anda ataukah bersandar di kursinya? Jika tertarik dengan apa yang Anda katakan, bahasa tubuh mereka akan terbuka dan condong ke arah Anda.
Biasakanlah mengamati prilaku non-verbal negosiator lain. Ini akan sangat menguntungkan.
Tinggal satu lagi nih tipsnya, yakni …
5. Menjadi Detektif
Bagaimana jika pihak lain itu tidak suka berbicara? Inilah saatnya seni mengajukan pertanyaan Anda gunakan. Pertanyaan membuat orang berbicara. Anggaplah diri Anda seorang detektif handal, misal Detektif Conan (favorit saya, he he he). Galilah informasi lebih dalam dan lebih akurat dari pihak lain layaknya seorang Detektif. Jika Anda lupa atau bingung caranya, tontonlah ulang film Detektif Conan. Detektif yang handal tahu strategi yang efektif dalam mendengarkan dengan cermat dan aktif, juga piawai dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menyelidiki dan tidak membatasi.
Berbekal kesadaran bernegosiasi dan kemampuan mendengarkan yang keduanya akan Anda pertajam, negosiasi yang efektif akan lebih mudah Anda jalani. Anda menjadi lebih tegas terhadap kepentingan dan harapan Anda, namun tidak agresif dalam menyerang pihak lain. Karena Anda telah melatih diri menjadi seorang pendengar yang aktif-positif layaknya seorang detektif.
Maka jangan heran ketika Anda memaksimalkan kedua sikap ini, Anda pun makin mahir menghasilkan kesepakatan ’win-win solution’ seperti yang diteladankan oleh pemuda dalam kisah di atas. Yang ternyata adalah penulis artikel ini. Selamat bernegosiasi ya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar