Minggu, 31 Oktober 2010

Manajer investasi Sendiri

Anda dapat menjadi manajer investasi untuk dana sendiri untuk saham. Anda da-pat memperoleh dividen, bebas memilih strategi fokus atau diversifikasi, aktif atau pasif, tidak kena fee masuk dan fee keluar, dan dapat mene-rapkan prinsip dasar investasi ala Peter Lynch.
salam,
Dwika-ExecuTrain


Menjadi manajer investasi sendiri
Oleh: Budi Frensidy

Menyaksikan tingginya return saham dalam 2 tahun terakhir, sangat wajar jika banyak pemilik uang tergoda untuk mengalihkan dananya dalam bentuk saham. Siapa yang tidak tergiur dengan return saham yang mencapai 86% tahun lalu dan 40% hingga Oktober tahun ini. Itu baru capital gain dan belum termasuk dividen.

Sebagian dari mereka lalu mencari tahu apakah sebaiknya berinvestasi saham langsung atau melalui reksa dana saham? Isu di atas sejatinya cukup sering dibahas di harian Bisnis Indonesia. Namun, beda penulis tentu beda pula argumen dan rekomendasinya.

Sebenarnya ada persoalan yang lebih penting daripada pertanyaan di atas. Bahwa di balik besarnya return, investor tidak boleh mengabaikan tingginya risiko saham.

Jika sedang tidak beruntung, investasi saham bisa membangkrutkan kita dengan kerugian sampai 51% dalam setahun seperti yang terjadi pada 2008. Atau merosot 65% dalam 15 bulan seperti yang berlangsung pada periode Juni 1997-September 1998.

Mau yang lebih dahsyat lagi? Investor saham di bursa Tokyo harus rela portofolionya turun sampai 75% selama 21 tahun terakhir karena indeksnya pernah mencapai 38.000 pada 1989 dan sekarang nongkrong di kisaran 9.500.

Di depan mahasiswa secara bercanda saya suka mengatakan karena kejatuhan tajam indeks saham tersebut membuat orang Jepang bertekad untuk berumur panjang. Investasi saham mereka 21 tahun lalu belum balik modal dan mereka tidak rela portofolio mereka terus rugi. Mereka ingin menyaksikan keuntungan dari investasi saham mereka.

Ini terjadi karena indeks Nikkei pada 1989 mengalami bubbling terutama untuk harga saham properti. Oleh karena itu, orang Jepang lebih suka menyebut bursanya sebagai Pasar Modar dan bukan pasar modal. Anda tentu tahu kan artinya 'modar'?

Kelemahan

Setelah memahami soal return dan risiko saham, para calon investor sebaiknya melaku-kannya secara langsung. Sedikitnya ada lima kelemahan berinvestasi melalui reksa dana saham di mata saya.

Pertama, Anda tidak akan memperoleh dividen sebab dividen yang diperoleh reksa dana saham akan direinvestasikan dalam saham dan tidak dibagikan karena satu atau dua alasan. Untuk Anda ketahui, dalam 5 tahun terakhir, investor saham langsung mendapatkan dividend yield sekitar 3% per tahun untuk saham-saham LQ-45 dan lebih besar lagi yaitu 6-8% untuk saham lapis kedua dan ketiga.

Kedua, reksa dana saham sering mengenakan subscription fee dan redemption fee. Biaya ini tidak dialami investor saham langsung. Jika biaya masuk keluar ini sampai 3% atau lebih, siap-siap keuntungan bersih investasi Anda akan tergerus sebesar ini.

Biaya sebesar ini ketinggian karena yang dilakukan manajer investasi sesungguhnya dapat ditebak yaitu membeli saham-saham berkapitalisasi besar yang juga masuk dalam LQ-45.

Ketiga, para manajer investasi pengelola reksa dana saham umumnya menerapkan strategi aktif dengan mengandalkan analisis teknikal. Akibat strategi dan pendekatan ini, mereka bertransaksi dengan sering sehingga biaya transaksi pun menjadi besar.

Padahal Barber dan Odean menuliskan di Journal of Finance (2000) bahwa, Trading is hazarduous to your wealth. Tidak mengheran-kan, jika sebagian besar reksa dana saham hanya mampu memberikan return (kenaikan NAB) di bawah return pasar (IHSG).

Dalam 9 bulan pertama tahun ini, hanya ada tiga reksa dana saham yang memberikan return di atas IHSG. Jadi, sudah tidak dapat dividend yield, capital gain investor dalam reksa dana saham sebagian besar juga lebih rendah daripada yang diperoleh investor saham langsung dengan strategi pasif menggunakan analisis fundamental.

Keempat, manajer investasi reksa dana saham umumnya menerapkan strategi diversifikasi agar risikonya minimum. Padahal diversifikasi juga mengandung kelemahan. Dari artikel saya di kolom ini 2 tahun lalu Anda mungkin masih ingat empat kelemahan diversifikasi.

Diversifikasi juga pilihan. Pertama, diversifikasi itu berangkat dari paradigma minimisasi risiko dan premis bahwa investor itu adalah risk-averse. Diversifikasi menjadi kurang tepat untuk investor individual yang risk-taker dengan paradigma maksimisasi return.

Kedua, melakukan diversifikasi membuat Anda tidak fokus. "The more you diversify, the less you know about any one area," tulis William J. Oneil. Ketiga, strategi diversifikasi akan membuat beta portofolio sekitar satu sehingga kinerja investasi akan bergerak mengikuti IHSG.

Ketiga, diversifikasi akan membuat Anda tidak gesit dalam menyikapi dan mengantisipasi pasar terutama ketika pasar mulai bearish.

Menyadari kelemahan di atas, sebagai investor individual, sejak setahun terakhir saya lebih menyukai dan menerapkan portofolio yang mengandung 6-8 saham saja dan akan menguranginya lagi menjadi 3-5 saham mulai tahun depan.

Investor saham langsung juga dapat melakukan diversifikasi sendiri jika dia setuju dengan strategi diversifikasi dan mempunyai dana minimal Rp100 juta. Namun, dia mempunyai pilihan lain yaitu fokus jika dia ingin memaksimalkan return.

Kelima, sebagai investor saham langsung, Anda dapat menerapkan prinsip dasar investasi buy what you know and know what you buy seperti yang dianjurkan Peter Lynch. Manajer investasi, karena harus diversifikasi dan masih memercayai analisis teknikal dan momentum, kadang mengabaikan prinsip utama ini.

Ketahuilah, jika manajer investasi itu sangat khawatir kinerja reksa dana kelolaannya di bawah return IHSG karena akan memengaruhi penilaian publik dan prospeknya.

Intinya, untuk saham, Anda dapat menjadi manajer investasi untuk dana sendiri. Anda da-pat memperoleh dividen, bebas memilih strategi fokus atau diversifikasi, aktif atau pasif, tidak kena fee masuk dan fee keluar, dan dapat mene-rapkan prinsip dasar investasi ala Peter Lynch.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar