Sabtu, 25 Desember 2010

Optimis

Dibawahsana pun ada langit, dibawah sana pun ada puncaknya. Hilangkan semua fikiran yang menyulitkan, semua fikiran yang memberatkan. Teruslah Optimis, Teruslah berdo’a. Karena langit bukan cuma satu…
be well,
Dwika-ExecuTrain


Dibawah sana pun ada LANGIT

**blog.umy.ac.id

Setelah sekian hari saya mengangkat jari dari keyboard untuk menyusun kata, selama itu saya disibukan dengan banyak aktifitas yang cukup melelahkan. Baiklah, kita mulai dengan satu kata, “Puncak”. Setiap orang tentu akan menengadahkan kepalanya keatas ketika mendengar kata ini. Memang selalu identik dengan ketinggian, atau mungkin sebagian orang tidak begitu.

Sebuah keindahan yang tersembunyi, sebuah kaidah yang sedikit terlupakan. “Tancapkanlah cita-citamu setinggi bintang diangkasa”, seraya menujukan tangannya kelangit dimalam itu. Ya, sayapun menengadahkan kepala menjatuhkan pandangan dilangit. Semua orang mengatakan hal yang sama, bintang, setinggi dan langit. Adakah sesuatu yang lebih unik dari langit? Tanyku dalam kepala ini. Sebuah filosofi perjuangan, ya, memang. Lemparkanlah sebuah batu, maka dia akan kembali, terjatuh.

Jika ingin menancapkan cita-cita setinggi bintang, dilangit. Tanpa pijakan, maka kita akan seperti batu itu, hancur. Tanpa proses, tau-tau sukses, akhirnya terjatuh pula. Pentingnya membuat tangga-tangga kehidupan, dengan beton-beton perjuangan akan membuat kokoh diri kita berdiri meniti kaki, lalu menancapkan bendera cita-cita dilangit. Tidak ada yang mampu pergi keatas sana tanpa “gaya”, tanpa energi, kecuali jika langit itu ada dibawah kaki. Namun itu pun membuat kita merasa terbebani dengan kesulitannya, karena kita memandang langit itu terlalu tinggi.

Kapankah langit itu akan berada dibawah kaki ini? Disaat matahari terbenam, langitpun berwarna merah keemasan. Kuambil se genggam batu kecil lalu kulemparkan. Terlihat air bergelombang memendarkan cahaya sunset. Saat danau itu mulai tenang, kulihat matahari dipermukaan air tak se-sesilau ketika dia atas sana. Kulihat mendalam, kuresapi. Tak lama ku lihat beberapa bintang sudah tampak pada permukaan air. Kulemparkan lagi sebuah batu kecil, sangat mudah ku sentuh bintang itu dengan batu kecilku tidak seperti batu yang kulemparkan keudara.

Sebuah pelajaran, jikalah melihat cita-cita itu seakan berat karena harus membangun tangga dan melawan gravitasi, atau melihat matahari yang menyilaukan. Mengapa tak melihat matahari itu dari permukaan air? ia tak menyilaukan. Mengapa tak kau tancapkan cita-citamu di langit yang lain (permukaan air), ia tak jauh, tak tinggi, dan tidak melawan gravitasi. Dibawahsana pun ada langit, dibawah sana pun ada puncaknya. Hilangkan semua fikiran yang menyulitkan, semua fikiran yang memberatkan. Teruslah Optimis, Teruslah berdo’a. Karena langit bukan cuma satu…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar