Sabtu, 11 Desember 2010

CMS dan Mis Sharepoint

KMS (knowledge management system)
**rolles.blog.binusian.org

Dalam kegiatan commissioning suatu proyek pemasangan APC (Advanced Process Control) di suatu unit operasi, seorang engineer senior hanya memerlukan waktu 1 minggu untuk menyelesaikannya. Jika pekerjaan yang sama diberikan kepada seorang engineer muda maka waktu yang diperlukannya akan semakin panjang, bahkan pada kondisi ekstrim jika engineer muda tersebut belum pernah melakukan kegiatan ini bisa saja dia tidak berhasil menyelesaikannya, walaupun sebelum terjun ke lapangan engineer muda ini sudah dibekali dengan training oleh seniornya dan membaca semua buku manual APC serta teori process control yang terkait. Mengapa demikian? Karena kedua engineer tersebut memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda. Engineer senior tentunya dengan jam terbang yang tinggi memiliki pengetahuan yang lebih tinggi ketimbang engineer muda.

Apa itu Pengetahuan ? Banyak definisi mengenai pengetahuan (knowledge) yang dapat dilihat di berbagai literatur, salah satunya yang dibuat oleh Turban dkk (2004) adalah pengetahuan merupakan sekumpulan informasi yang telah dianalisis dan diorganisir sehingga dapat dimengerti dan digunakan untuk memecahkan masalah serta mengambil keputusan. Dari definisi ini (juga definisi dari literatur lainnya) terlihat bahwa komponen utama pengetahuan adalah informasi (information). Lalu, apa bedanya dengan data dan keahlian (skill)? Pertanyaan ini dapat dijawab dengan melihat hirarki pengetahuan (knowledge hierarchy) yang dibuat oleh Liebowitz dan Beckman (1998).

Komponen Pengetahuan. Pengetahuan memiliki beberapa komponen pembentuknya, yaitu: 1) Pengalaman (experience), yang merujuk pada apa yang pernah dilakukan dan/atau dialami dimasa lalu. 2) Kebenaran mendasar (ground truth), yang merujuk pada apa yang benar-benar terjadi dan apa yang tidak terjadi, jadi bukan berdasarkan pada teori. 3) Penalaran (judgment), seperti dijelaskan diatas, untuk merubah informasi menjadi pengetahuan perlu adanya penalaran untuk mengetahui hubungan sebab akibat atau konsekuensi suatu informasi dengan informasi lainnya. 4) Petunjuk praktis (rule of thumb), adalah panduan tindakan manusia yang terbentuk dari pengalaman coba-coba yang berulang dalam waktu panjang. Petunjuk praktis merupakan solusi jalan pintas untuk masalah-masalah yang mirip dengan masalah terdahulu yang pernah dipecahkan dengan petunjuk praktis ini. 5) Intuisi (intuition), merupakan keahlian yang telah dipadatkan/terpadatkan karena sering dilakukan (jam terbang yang tinggi). 6) Nilai dan Keyakinan (values & beliefs), misalnya nilai dan keyakinan yang menganggungkan keunggulan, kualitas, kejujuran, ketahanan dan lainnya.

Jenis Pengetahuan. Ada 2 jenis pengetahuan, yaitu: Pengetahuan Eksplisit (explicit knowledge), yaitu pengetahuan yang dapat ditulis (diekspresikan dengan kata-kata dan angka), dalam bentuk formula ilmiah, spesifikasi, standard-prosedur, bagan, manual dsbnya). 2) Pengetahuan Terbatinkan (tacit knowledge), yaitu pengetahuan yang ada dalam benak manusia, bersifat personal, kontekstual dan sulit dirumuskan. Dari contoh pelaksanaan commissioning APC diatas, walaupun kedua engineer mungkin sudah memiliki pengetahuan eksplisit yang sama (karena berdasarkan pada sumber yang sama, yaitu buku manual dan teori process control), akan tetapi mengapa engineer senior lebih cepat menyelesaikan tugasnya dari engineer muda? Jawabannya adalah terletak pada pengetahuan terbatinkan, dimana engineer senior memiliki pengetahuan terbatinkan lebih banyak (yang diperoleh dari pengalaman bertahun-tahun) dibandingkan dengan engineer muda. Karena pengetahuan terbatinkan lebih bersifat personal dan sulit untuk dirumuskan/ditulis, maka juga sulit untuk ditransfer dari suatu individu ke individu lainnya. Proses transfer pengetahuan terbatinkan yang paling efektif adalah melalui magang kerja atau pendampingan. Misalnya dalam contoh diatas, jika dalam melakukan commissioning engineer muda tersebut didampingi oleh engineer senior sebagai supervisor-nya, maka penyelesaian pekerjaan menjadi lebih cepat dan proyek berikutnya, mungkin si engineer muda tersebut sudah bisa mandiri.

Tingkat Pengetahuan. Pengetahuan yang dimiliki oleh suatu organisasi/perusahaan dibagi menjadi 3 tingkat, yaitu: 1) Pengetahuan Inti (core knowledge), merupakan tingkat pengetahuan yang dibutuhkan hanya sekedar agar organisasi/perusahaan tersebut dapat beroperasi dan tidak menjamin organisasi tersebut dapat bersaing. 2) Pengetahuan Lanjut (advanced knowledge), merupakan tingkat pengetahuan spesifik yang dimiliki organisasi/perusahaan sehingga dapat menjadi pemain yang tangguh dalam bidangnya. Dengan pengetahuan yang spesifik tersebut organisasi/perusahaan bisa melakukan diferensiasi. 3) Pengetahuan Inovatif (inovative knowledge), merupakan pengetahuan yang menjadikan organisasi/perusahaan sebagai pemimpin dalam persaingan. Yang perlu diketahui adalah pengetahuan tidak statis, apa yang menjadi pengetahuan lanjut hari ini, bisa berubah menjadi pengetahuan inti dihari mendatang. Oleh karena itu, suatu organisasi/perusahaan harus selalu belajar dan menciptakan pengetahuan-pengetahuan baru.

Selain pembagian tingkat pengetahuan seperti diatas, pengetahuan juga dapat dibagi menjadi 5 tingkat, yaitu: 1) Know That, berhubungan dengan pengetahuan proposisi, misalnya kebenaran, kita percaya bahwa sesuatu itu adalah demikian, bukan yang lainnya. 2) Know What, merupakan definisi yang lebih luas dan mengandung banyak know-that. Jika kita belajar tentang sesuatu maka yang kita pelajari adalah know that atau know what. 3) Know How, merupakan jenis pengetahuan yang paling banyak dimiliki oleh organisasi/perusahaan karena berhubungan dengan kemampuan melakukan sesuatu kegiatan. Jika kita belajar untuk melakukan sesuatu, maka yang kita pelajari adalah know how. 4) Know Why, merupakan level pengetahuan yang dapat membuat organisasi/perusahaan memanfaatkan pengetahuan di tingkat know what dan know how untuk menghasilkan penyempurnaan dan inovasi. 5) Care Why, merupakan budaya organisasi/perusahaan yang terdiri dari nilai dan keyakinan yang membuat orang bersemangat, fokus dan kreatif.

Konversi Pengetahuan. Seperti sudah dijelaskan diatas, bahwa terdapat dua jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan eksplisit dan pengetahuan terbatinkan. Dalam diri setiap individu, kedua jenis pengetahuan ini saling melengkapi. Selain itu, kedua jenis pengetahuan ini juga bisa dikonversi dari satu jenis ke jenis lainnya. Konversi pengetahuan ini sangat penting dalam proses kreasi dan akusisi pengetahuan dari satu individu ke individu lainnya atau dari satu organisasi/perusahaan ke organisasi/perusahaan lainnya. Terdapat 4 cara konversi pengetahuan, yaitu: 1) Sosialisasi; 2) Eksternalisasi; 3) Kombinasi; dan 4) Internalisasi. Ke-4 konversi pengetahuan ini dikenal juga dengan spiral SECI (Socialization – Externalization – Combination – Internalization).

Sosialisasi, merupakan konversi pengetahuan terbatinkan ke pengetahuan terbatinkan. Karena pengetahuan terbatinkan itu seifatnya sangat kontekstual dan melekat pada diri seseorang serta sulit diformalkan, maka konversi dari satu individu ke individu lainnya hanya bisa dilakukan melalui pengelaman dalam kegiatan bersama misalnya melalui kerja magang, pendampingan, on-the-job-training atau kegiatan sejenis lainnya.

Eksternalisasi, merupakan konversi pengetahuan terbatinkan ke pengetahuan eksplisit. Dalam proses eksternalisasi, pengetahuan terbatinkan diekspresikan dan diterjemahkan menjadi metafora, konsep, hipotesis, diagram, model atau prototipe sehingga dapat dimengerti oleh pihak lain. Sebagai contoh menyiapkan bahan presentasi dalam bentuk slide power point. Akan tetapi, karena pengetahuan terbatinkan bersifat kontekstual, maka proses konversinya tidak akan lengkap/sempurna.

Kombinasi, merupakan konversi pengetahuan eksplisit ke pengetahuan eksplisit. Dengan cara ini, pengetahuan dipertukarkan melalui media-media, misalnya melalui majalah, buku, media internet, dsbnya.

Internalisasi, merupakan konversi pengetahuan eksplisit ke pengetahuan terbatinkan. Salah satu caranya adalah dengan belajar sambil melakukan (learning by doing). Melalui belajar sambil melakukan, pengetahuan eksplisit akan terinternalisasi menjadi pengetahuan terbatinkan.

Proses Pengelolaan Pengetahuan (KMS Process). Setelah mengetahui apa itu pengetahuan, jenis-jenisnya, tingkatannya serta proses konversinya, maka selanjutnya akan dibahas mengenai proses pengelolaan pengetahuan (Knowledge Management System Process). Pengelolaan pengetahuan dalam organisasi terdiri dari 7 proses, yaitu: 1) Penetapan Sasaran Pengetahuan; 2) Evaluasi Pengetahuan; 3) Akusisi Pengetahuan; 4) Pengembangan Pengetahuan; 5) Distribusi Pengetahuan; 6) Pemanfaatan Pengetahuan; dan 7) Pemeliharaan Pengetahuan.

Penetapan Sasaran Pengetahuan. Tujuan proses ini adalah menentukan jenis dan tingkat pengetahuan yang diperlukan oleh suatu organisasi. Jenis dan tingkat pengetahuan yang diperlukan tersebut dapat diketahui dengan melihat: 1) Sasaran dan strategi organisasi; 2) Kelemahan organisasi; 3) Key sucess factor organisasi; 4) Value chain organisasi. Penjelasannya adalah sbb: Pada dasarnya setiap organisasi (baik itu berupa perusahaan, unit kerja dalam perusahaan maupun organisasi sosial) memiliki sasaran yang hendak dicapai. Untuk mencapai sasaran tersebut, organisasi menyusun suatu strategi. Agar strategi bisa berjalan, organisasi membutuhkan berbagai sumber daya termasuk sumber daya pengetahuan. Jadi, pengetahuan yang dibutuhkan oleh suatu organisasi dapat diperoleh dengan melihat sasaran dan strategi organisasi tersebut. Selain itu, pengetahuan yang diperlukan oleh organisasi juga dapat diketahui dengan melihat apa yang menjadi kelemahan organisasi tersebut dibandingkan dengan pesaingnya, hal ini disebabkan pengetahuan yang seharusnya diperlukan tetapi tidak dimiliki organisasi akan menjadi kelemahan organisasi tersebut. Selain itu, identifikasi pengetahuan yang diperlukan oleh organisasi dapat juga dilakukan dengan melihat faktor kunci sukses (key success factor – KSF) dari organisasi tersebut. KSF merupakan faktor-faktor yang harus dimiliki suatu organisasi agar bisa menjadi pemain yang diperhitungkan. Jadi dengan mengetahui KSF, dapat diidentifikasi ragam pengetahuan yang diperlukan. Pendekatan lainnya untuk mengetahui pengetahuan yang diperlukan organisasi adalah dengan memanfaatkan diagram rantai nilai (value chain) yang dikembangkan oleh Michael Porter. Dalam rantai nilai, terdapat 5 kegiatan utama (primary activities) dan 4 kegiatan pendukung (support activities). Masing-masing kegiatan memiliki indikator kinerja. Kinerja tersebut bisa dicapai jika organisasi tersebut memiliki pengetahuan yang yang diperlukan, sebaliknya jika kinerja tidak tercapai, maka kemungkinan organisasi belum memiliki pengetahuan yang diperlukan.

Evaluasi Pengetahuan. Proses ini bertujuan mengidentifikasi dan mengevaluasi pengetahuan yang sudah dimiliki organisasi dan sekaligus mengukur tingkat pengetahuan yang dimiliki tersebut. Hasil evaluasi pengetahuan kemudian dibandingkan dengan pengetahuan yang seharusnya dimiliki organisasi yang diperoleh dari proses sebelumnya (penetapan sasaran pengetahuan), sehingga dapat diketahui apakah organisasi tersebut sudah memiliki pengetahuan yang memadai atau tidak. Evaluasi pengetahuan yang dimiliki organisasi dapat dilakukan dengan melihat: 1) Kekuatan dan kelemahan organisasi; dan 2) Value chain organisasi. Kekuatan organisasi menunjukan bahwa ragam pengetahuan yang dimiliki lebih baik dibandingkan dengan pesaingnya, sebaliknya kelemahan akan menunjukan bahwa pengetahuannya masih dibawah pesaingnya. Pada diagram rantai nilai (value chain), setiap kegiatan (baik kegiatan primer maupun kegiatan pendukung) memiliki indikator yang merupakan ukuran keberhasilan yang ditetapkan. Jika kinerja tercapai berarti pengetahuan yang dimiliki organisasi sudah memadai, sebaliknya jika tidak tercapai, maka berarti pengetahuan organisasi masih belum memadai dibandingkan dengan yang dibutuhkan.

Akusisi Pengetahuan. Melalui penetapan sasaran pengetahuan dan evaluasi pengetahuan, dapat diketahui jenis dan tingkat pengetahuan yang sudah dimiliki organisasi dan pengetahuan yang belum dimiliki namun sangat diperlukan untuk mencapai sasaran organisasi (kesenjangan pengetahuan). Akusisi pengetahuan merupakan kegiatan untuk memperkecil/menghilangkan kesenjangan ini. Proses akusisi pengetahuan dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain pelatihan, riset, kerja sama dengan organisasi lain, perekrutan tenaga profesional, konsultasi, seminar/workshop, dsbnya.

Pengembangan Pengetahuan. Perlu diketahui, bahwa tidak semua pengetahuan yang diperlukan organisasi tersedia di lingkungan eksternal. Hal ini umumnya terjadi pada perusahaan yang menjadi pemimpin pasar, atau pada perusahaan yang beroperasi pada lingkungan yang sangat turbulen. Jika hal ini terjadi, maka organisasi harus mengembangkan sendiri pengetahuan yang diperlukannya tersebut.

Distribusi Pengetahuan. Seorang karyawan yang baru pulang dari mengikuti pelatihan atau workshop misalnya, seringkali hanya menyimpan saja pengetahuan yang baru dimilikinya tersebut untuk dirinya sendiri dan tidak membaginya dengan karyawan lainnya, sehingga di organisasi tersebut hanya dia sendiri yang mngetahui pengetahuan baru tersebut. Dibanyak organisasi, kejadian ini sering kali ditemukan, jadi tidak heran jika banyak organisasi yang memiliki anggaran pelatihan yang besar tetapi tidak mampu menunjukan kinerja yang baik. Dalam proses distribusi pengetahuan, diharapkan setiap karyawan dapat berbagi pengetahuan baru yang dimilikinya. Dengan distribusi pengetahuan diharapkan agar pengetahuan yang dimiliki oleh seorang karyawan dapat disebarkan ke sebanyak mungkin karyawan lainnya di organisasi. Distribusi pengetahuan tidak hanya terjadi antara individu karyawan, tetapi bisa juga antara unit kerja. Banyak organisasi yang memiliki keunggulan pada salah satu unit kerjanya. Unit kerja yang unggul tersebut dapat menularkan keunggulannya melalui penyebaran pengetahuan dan pengalamannya ke unit kerja lainnya.

Pemanfaatan Pengetahuan. Pengetahuan yang baru diperoleh baik melalui proses akusisi (eksternal) maupun melalui proses pengembangan dan distribusi (internal) baru akan bermakna jika pengetahuan baru tersebut dimanfaatkan atau diaktualisasikan dalam kegiatan sehari-hari di organisasi. Proses pemanfaatan pengetahuan ini dilakukan melalui asimilasi/kombinasi pengetahuan baru dengan pengetahuan/pengalaman yang sudah dimiliki sebelumnya dalam bentuk cara pandang baru, cara kerja baru atau kebijakan baru.

Pemeliharaan Pengetahuan. Pengetahuan yang sudah dimiliki organisasi baik melalui akusisi maupun pengembangan harus dipelihara sehingga tidak hilang dan terlupakan. Pengetahuan bisa hilang karena adanya perubahan personil yang memiliki pengetahuan, misalnya karena promosi, mutasi, pensiun, mengundurkan diri atau karena meninggal dunia. Pengetahuan yang ada juga bisa terlupakan jika tidak ada lagi kegiatan organisasi yang membutuhkan pengetahuan tersebut. Proses penyimpanan pengetahuan merupakan kegiatan yang ditujukan untuk memastikan bahwa pengetahuan organisasi selalu terpelihara dan tersimpan dalam bentuk yang mudah diakses, misalnya dalam bentuk electronic file, tata kerja, working file, dsbnya.

KMS dan Teknologi Informasi. Banyak orang menganggap Pengelolaan Pengetahuan (KMS) identik dengan Teknologi Informasi. Anggapan ini merupakan kesalahan besar. Memang benar teknologi informasi dapat sangat mendukung KMS, akan tetapi tanpa teknologi informasipun proses KMS bisa dijalankan di organisasi. Begitu pula sebaliknya, adanya teknologi informasi dalam suatu organisasi belum tentu proses KMS sudah dijalankan di organisasi tersebut. Sehubungan dengan hal ini, kehadiran software aplikasi KMS yang ada seperti Open Source CMS atau Microsoft Sharepoint Portal menurut pendapat saya hanya mendukung sebagian proses KMS yakni proses Distribusi Pengetahuan (Proses No 5) dan Pemeliharaan Pengetahuan (Proses No 7)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar