Sabtu, 11 Desember 2010

Business Process Improvement - Project

KLR Methodology vs Harrington Methodology
**rolles.blog.binusian.org

Teori Business Process Improvement

Business Process Improvement (BPI) adalah metode yang dikembangkan unutk membantu organisasi membuat suatu perbaikan yang signifikan dengan cara proses bisnis beroperasi. BPI juga menyediakan sistem yang membantu organisasi dalam memyederhanakan dan menyingkat operasi-operasinya, dengan memberi jaminan pelanggan mendapatkan hasil yang lebih baik.

BPI mempunyai tujuan untuk menjamin suatu perusahaan memiliki proses bisnis yang diantaranya menghilangkan kesalahan-kesalahan dan meminimalisasi delay atau waktu tunggu.

Business Process Improvement yang dikelola dengan baik pada umumnya mempunyai karakteristik diantaranya adalah process owner, yaitu orang yang bertanggung jawab atas performansi suatu proses, adanya batasan, pertanggungjawaban, prosedur, tugas kerja yang jelas dan terdokumentasi, atrget yang berhubungan dengan pelanggan dan waktu siklus yang diketahui.

Sasaran Perbaikan Proses Bisnis

Seperti yang telah dibahas diatas mengenai BPR proses merupakan objek pemikiran kembali dan peyusunan kembali secara radikal. Jadi proses merupakan objek utama dan terpenting pada proses reengineering. Perbaikan proses bisnis ini memiliki sasaran sebagai berikut:

1.Membuat proses efektif, mengeluarkan hasil yang diinginkan
2.Membuat proses efisien, meminimasi sumber yang digunakan
3.Membuat proses adaptif, dapat beradaptasi terhadap perubahan kebutuhan pelanggan dan bisnis
4.Membuat proses efektif, mengeluarkan hasil yang diinginkan
5.Membuat proses efisien, meminimasi sumber yang digunakan
Membuat proses adaptif, dapat beradaptasi terhadap perubahan kebutuhan pelanggan dan bisnis

2.2 Pengantar KLR Metodologi

Konsep dari Process Improvement mengalami perubahan, mengubah pemikiran dasar dan melakukan perubahan radikal pada desain proses bisnis untuk mencapai perubahan yang dramatis, dimana biaya, kualitas, layanan dan kecepatan menjadi tumpuan yang paling utama. Fokus pada proses bisnis dan bagaimana melakukan perubahan akan menuntun bagaimana melakukan perubahan operasional diperusahaan dengan peningkatan yang signifikan. Dengan menguji proses bisnis, diluar dari konteks perusahaan atau fungsi struktural lainnya agar improvement yang diinginkan bisa di identifikasi. Banyaknya departemen yang perlu di identifikasi untuk melakukan peningkatan, memaksa perusahaan untuk memberlakukan sistem prioritas dalam hal ini proses yang mengalami disfungsi “rusak” saat ii dan sejauh mana kemungkinan kegagalan yang akan terjadi serta memberikan alternatif jalan keluar dari bisnis yang diinginkan. Hal yang paling mendasar ialah memaksimalkan kepuasaan pelanggan.

2.3 Perbandingan Metodologi

a. Persiapan Project

KRL Metodologi

Perencanaan dan persiapan adalah faktor terpenting dalam menentukan keberhasilan suatu project. Sebelum memulai suatu project, ada kalanya untuk mempertanyakan “bagaimana merancang proses bisnis yang diperlukan” dan bagaimana menggambarkan dampak proses perbaikan yang terjadi. Harus ada suatu kebutuhan yang penting sebelum ukuran ini dianggap layak.

Tahap ini diawali dengan pengembangan konsensus eksekutif tentang pentingnya proses improvement dan menghubungkan antara tujuan bisnis dengan proyek process improvement. Sebuah tim untuk perubahan dibentuk and terdiri dari lintas fungsional didalam sebuah organisasi dengan berbagai perencanaan didalamnya untuk process improvement yang hendak dicapai.

Sebagaimana sebuah proyek yang kerap melibatkan lintas fungsional didalam organisasi atau perusahaan, maka arah perubahan organisasi yang akan dilakukan harus dimulai dari tahap atas. Dampak dari perubahan lingkungan organisasi bisa juga menjadi pemicu upaya perbaikan yang harus dipertimbangkan dalam rangka membangun pedoman untuk proyek process improvement.

Hal berikutnya yang harus diperhatikan sebagai tahap awal dari proyek process improvement ini adalah seperti apa strategi yang akan diterapkan didalam organisasi yang terkait, bagaimana mengkomunikasikan antara strategi dengan bisnis perusahaan dan menjadi jembatan secara internal/eksternal bagi kepuasaan pelanggan sebagai titik kritikal utama dalam organisasi.

Harrington Metodologi

Pada buku karya H.James Harrington, ada 4 hal yang harus diperhatikan dalam memulai project yakni :

•Process Benchmarking
Proses benchmarking adalah metode lama, diperkenalkan pertama kali oleh xerox yang berhasil mendapatkan Malcom Baldrige Award dan kebanyakan orang berpikir bahwa mereka telah melakukan perbandingan ketika mereka membandingkan performance perusahaan/organisasi mereka dengan perusahaan lain.

•Process Redesign
Pendekatan redesign ini fokus pada perbaikan kinerja team. Biasanya dalam redesign ini akan mengurangi biaya, waktu dan tingkat kesalahan antara 30% dan 60%.

•Process Reenginering
Proses reenginering adalah hal yang paling radikal dari 5 jenis pendekatan dalam business process improvement, bila pendekatan yang dilakukan secara benar, biasanya akan mengurangi biaya dan waktu dengan perbandingan 60% dan 90%, sedangkan pada tingkat kesalahan/error berada diantara 40% dan 70% dan biasanya pendekatan ini paling banyak digunakan.

•Fast action solution tehnique
FAST adalah tehnik pertama dalam improvement, pertama kali digunakan oleh IBM pada pertengahan 1980-an, kemudian digunakan oleh GE pada tahun 1990an lalu disusul oleh Ford yang kemudian mengubahkanya dengan sebutan RAPID.



b. Tahapan Project

KRL Metodologi

Pada tahapan project, antara KLR methodology dengan Harrington Methodology sama-sama menggunakan 5 phase, tentunya dengan perbedaan nama proses dan tehnik didalamnya. Pada KLR methodology 5 tahapan tersebut ialah :

•Step 1 : Prepare for Process Improvement
Dalam tahap 1 ini atau disebut juga stage 1, seluruh komponen yang akan digunakan dalam process improvement dipersiapkan, yakni dengan membangun tim lintas fungsional yang akan mengkomunikasikan antara berbagai bidang proses bisnis, lalu melakukan identifikasi terhadap pelanggan sebagai target dari process impovement ini karena akan memberikan pengaruh terhadap perusahaan dan pada tahap terakhir ialah mengembangkan strategi yang sesuai dengan visi dan misi perusahaan, goal yang hendak dicapai perusahaan menjadi landasan utama dalam membangun strategi bisnis, termasuk melihat berbagai faktor seperti : kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman (SWOT analisis).

•Step 2 : Map and Analyze As-Is Process
Pada stage 2 ini, dilakukan pemetaan dan analisis terhadap proses bisnis yang ada, dikatakan bahwa tim proyek harus memahami proses yang sudah ada dan proses improvement baru yang akan diterapkan harus memperlihatkan perubahan yang signifikan dibandingkan sebelumnya.

Tujuan utama dari tahap ini adalah memutuskan (apapun yang terkait dengan proses dan kaitannya dengan pertukaran informasi baik antar individual maupun organisasi) dan memberikan nilai tambah. Hal ini diawali dengan kegiatan penciptaan dokumentasi kegiatan dan model proses dengan memanfaatkan berbagai pemodelan yang tersedia.

Selanjutnya jumlah waktu peraktivitas diambil dan biaya yang dikeluarkan dalam setiap kegiatan dihitung dengan simulasi pendekatan biaya / activity based costing (ABC).

1. Buat aktivitas model – lihat dari tingkat paling tinggi sampai paling bawah dan interaksinya

2. Buat proses model – aktivitas yang menghalangi proses – identifikasi input/outpu

3. Simulasikan dan perlihatkan ABC – biaya organisasi untuk berbagai kegiatan disusun secara bergulir.

4. Identifikasi yang tidak terhubung dan proses nilai tambah – sebagai hasil analisa dari proses dan aktivitas.

•Step 3 : Design to-be Process
Tujuan dari tahap ini adalah untuk menghasilkan satu atau lebih alternatif untuk situasi saat ini dan tentunya memenuhi aspek-aspek dan sasaran strategis bagi perusahaan/organisasi. Langkah pertama adalah membandingkan kinerja proses organisasi dan bagaimana proses tersebut dilakukan terhadap tolok ukur yang relevan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan ide-ide untuk perbaikan. Organisasi pesaing atau bahkan dari industri yang sama, meskipun hal ini sering dijadikan titik awal. praktek inovatif dapat diadopsi dari mana saja, tidak peduli apa sumber mereka.

1. Benchmark proses – mencari tahu bagaimana wawasan tentang proses dapat ditingkatkan, dan hasil yang diperoleh organisasi lain dengan proses-proses ini.

2. Design to-be processes – mengembangkan proses baru untuk menggantikan proses tua yang sebelumnya digunakan.

3. Validate to-be processes – pemodelan dan menganalisis proses baru yang diusulkan untuk memastikan akan memberikan perbaikan yang signifikan dari sebelumnya.

4. Perform trade-off analysis – membandingkan dan kontras berbagai proses baru yang diusulkan, dengan penekanan pada interaksi mereka.

•Step 4 : Implement Reengineered Process
Implementasi pada tahap ini adalah kewaspadaan untuk bertemu dengan resister (penghalang). Dengan waktu dan usaha yang dihabiskan untuk menganalisis proses saat ini, mendesain ulang dan perencanaan migrasi, perlu untuk menjalankan program manajemen perubahan budaya secara simultan dengan semua perencanaan dan persiapan, hal ini akan mengurangi resiko dalam melakukan transisi pada proses baru.

Setelah manajemen perubahan awal dimulai, rencana transisi dari As-Apakah proses didesain ulang. Rencana ini harus menyesuaikan struktur organisasi, sistem informasi, dan kebijakan bisnis dan prosedur dengan proses didesain ulang

Model dibuat dan Apakah dapat dipetakan Menjadi daftar awal persyaratan perubahan yang dihasilkan. Persyaratan Tambahan untuk pembangunan Agar komponen dapat ditambahkan dan hasil diatur dalam suatu struktur gangguan kerja, atau rencana proyek terpisah untuk berbagai proyek. Menggunakan prototyping dan teknik simulasi, rencana transisi tersebut divalidasi dan versi pilot dirancang dan menunjukkan. Program pelatihan bagi pekerja dan rencana dimulai dan dilaksanakan dalam skala penuh.

1. Evolve implementation plan – mempertimbangkan dependensi account, ketersediaan sumber daya dan kebutuhan organisasi

2. Prototype and simulate transition plans – tes untuk memastikan rencana memperhitungkan risiko account dan masalah.

3. Initiate training programs – memastikan setiap orang di dalam organisasi dan siap sepenuhnya untuk proses baru.

4. Implement transition plan – melakukan perubahan yang diperlukan untuk mengaktifkan proses baru.

•Step 5 : Improve Continuously
Sebuah bagian penting dalam keberhasilan setiap usaha mendesain ulang terletak dalam usaha peningkatan proses terus menerus. Langkah pertama dalam kegiatan ini adalah pemantauan; kemajuan proses dan hasil. Kemajuan di ukur dengan menentukan berapa banyak orang yang lebih tepat, menunjukkan komitmen manajemen dan seberapa baik perubahan tim bisa diterima dalam perspektif yang lebih luas dalam organisasi. Hal ini dapat dicapai dengan melakukan survei sikap dan metode lainnya yang dirancang untuk menangkap data dari yang awalnya secara tidak langsung terlibat dengan perubahan itu.

Monitoring harus meliputi langkah-langkah seperti sikap karyawan, persepsi pelanggan, ketanggapan pemasok, dan metrik kuantitatif lainnya. Idealnya metrik dipertimbangkan ketika proses pembandingan harus ditinjau kembali, untuk menentukan apakah mereka dapat digunakan untuk mengukur peningkatan.

Konsep perbaikan terus menerus lebih umum terkait dengan manajemen mutu, walaupun ini merupakan perpanjangan logis dari proses desain ulang. Mengambil tindakan yang diperlukan untuk merancang ulang proses dengan dasar untuk perbaikan di masa depan.

1. Initiate on-going measurement – menentukan dan melacak metrik proses

2. Review performance against target - membandingkan longitudinal banyaknya proses yang dapat diambil untuk mengoptimalkan waktu

3. Improve process continuously – ini akan berdampak pada budaya organisasi, sehingga lebih terbuka terhadap perubahan dan meningkatkan keinginan untuk berinovasi

Harrington Metodologi

Pada metodologi yang digunakan oleh H.James Harrington, menggunakan 5 phase layaknya KLR metodologi, dimana pada fase ke-2 dibagi menjadi dua bagian, sehingga terkesan seolah-olah terdiri dari 6 fase pase-pase tersebut menggambarkan proses improvement yang hendak dilakukan.

•Fase 1 : Organizing for Improvement
Tim perbaikan eksekutif dibentuk. pemilik proses dan tim proses perbaikan ditugaskan, batas proses didefinisikan, proses pengukuran total dikembangkan, dan awal proses perbaikan rencana bisnis proyek dikembangkan dan disetujui. output dari tahap 1 ini diantaranya :

EIT diajarkan bagaimana mengubah desain proses yang sudah ada, scope dari proyek didefinisikan secara jelas, komunikasi antara karyawan dimulai, mendefinisikan critical process sampai pada tahap persiapan project plan dan persetujuan terhadap project tersebut.

•Fase 2 : Understanding the Process
PIT flowchart didalam proses pembuatan, membuat model simulasi, melakukan suatu proses yang berjalan melalui pemahaman proses, mendefinisikan masalah, dan ukuran siklus waktu dan biaya.

•Fase 2A : Conducting a Comparative Analysis
Berjalan secara paralel dengan kegiatan 1 sampai 6 dari tahap 2, sebuah studi analisis komparatif dilakukan memungkinkan matriks proses yang diteliti untuk dibandingkan dengan proses serupa lainnya.

•Fase 3 : Streamlining the Process
PIT sekarang memfokuskan upayanya pada penyederhanaan proses. PIT secara sistematis akan bekerja dengan cara melalui 12 langkah perampingan dalam aktivitas 1 untuk membangun sebuah grup solusi nilai dimasa depan. Selama aktivitas 4,5 dan 6 PIT akan mendefinisikan solusi terbaik dan menunggu persetujuan manajemen.

•Fase 4 : Implementation, Measurement and Control
Peningkatan penekanan ditempatkan pada manajemen perubahan selama fase. Solusi terbaik dimasa depan diverifikasi besarnya dan dampaknya dari setiap perubahan. Model simulasi diupdate dan mencerminkan perubahan yang dilakukan.

•Fase 5 : Continuous Improvement
Rencana Process improvement dikaji ulang oleh EIT dan disetujui. proses evolusi melalui enam rangkaian tingkat kualifikasi. setiap kali perubahan pada proses diimplementasikan, model simulasi diperbarui.



c. Cara implementasi : KLR Methodology

Pada metodologi KLR, proses implementasi dilakukan secara linear / segaris, step 2 bisa dilaksanakan bila pada step 1 sudah final dan diapproved, demikian seterusnya seperti digambarkan pada bagan dibawah ini. Dan apabila sampai pada tahap 5 dilakukan review dan proses kembali berulang dari tahap satu untuk memperkecil tingkat kesalahan dalam pembuatan plan process improvement tersebut.

2.4 Menentukan Kriteria Keberhasilan Project

a. Keberhasilan proyek BPI

Karena progress dari metodologi KLR berdasarkan timeline/waktu, maka tingkat keberhasilan bisa dilihat apabila implementasi bisa dilakukan sesuai dengan waktu yang disediakan, selain melihat dari unsur tersebut, perbandingan hasil sebelum implementasi BPI dengan metodologi KLR dilakukan dan sesudahnya, bila terjadi peningkatan yang signifikan terhadap performance proses bisnis misalnya : layanan dan kecepatan meningkat di organisasi terkait, maka bisa dikatakan sukses dan faktor terakhir adalah culture organisasi yang berubah dari pola lama, karena bagaimanapun implementasi BPI pasti akan mengubah culture dan perubahan tersebut harus sejalan dengan performance bisnis yang ada.

b. Kegagalan proyek BPI

Kegagalan dari implementasi proyek BPI dengan metodologi KLR bisa dilihat apabila tidak ada perubahan signifikan setelah implementasi dan sebelum implementasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar